Kekhawatiran AS Mencuat Terkait Kemitraan Apple-Alibaba dalam Pengembangan Kecerdasan Buatan

Gelombang Kekhawatiran di Washington Atas Kolaborasi Apple-Alibaba

Kerja sama yang direncanakan antara Apple dan Alibaba, raksasa teknologi asal China, telah memicu kekhawatiran di kalangan pejabat pemerintah Amerika Serikat. Kemitraan ini, yang berfokus pada pengembangan kecerdasan buatan (AI) untuk perangkat iPhone yang dipasarkan di China, menimbulkan pertanyaan tentang potensi implikasi terhadap keamanan data dan transfer teknologi.

Menurut laporan, Alibaba akan berperan dalam menyediakan fitur AI untuk iPhone di pasar China. Namun, langkah ini telah memicu pengawasan ketat dari anggota Kongres AS, yang khawatir bahwa kolaborasi tersebut dapat mempercepat kemajuan AI di China dan memperluas jangkauan chatbot yang disensor oleh pemerintah setempat. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kemitraan ini dapat meningkatkan eksposur data pengguna Apple terhadap pemerintah China.

Sejumlah pejabat Gedung Putih dan anggota Kongres dilaporkan telah menghubungi eksekutif Apple untuk meminta klarifikasi mengenai rincian kerja sama ini, terutama mengenai jenis data yang akan dibagikan dengan Alibaba dan apakah ada perjanjian yang dibuat dengan pemerintah China. Namun, dilaporkan bahwa eksekutif Apple tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan atas sebagian besar pertanyaan tersebut.

Perwakilan Kongres Raja Krishnamoorthi menyatakan bahwa kurangnya transparansi dalam perjanjian antara Apple dan Alibaba sangat mengganggu. Dia mempertanyakan mengapa Apple memilih untuk bermitra dengan Alibaba, perusahaan yang diduga memiliki afiliasi dengan pemerintah China.

Dinamika Pasar dan Tantangan Apple di China

Kemitraan Apple dengan Alibaba muncul di tengah penurunan pangsa pasar iPhone di China. Pasar China, yang merupakan salah satu pasar terbesar Apple, telah mengalami pergeseran preferensi konsumen yang menguntungkan merek-merek lokal.

Pada tahun 2023, Apple sempat menjadi pemimpin pasar smartphone di China dengan pangsa pasar 17,3 persen, mengungguli merek-merek lokal seperti Honor, Oppo, Vivo, dan Xiaomi. Namun, konflik geopolitik dan perang dagang antara AS dan China tampaknya telah berdampak negatif pada sentimen konsumen terhadap produk Apple.

Pada kuartal pertama 2025, Xiaomi memimpin pasar smartphone China dengan pangsa pasar 19 persen, diikuti oleh Huawei (18 persen), Oppo (15 persen), dan Vivo (15 persen). Apple berada di peringkat kelima dengan pangsa pasar 13 persen.

Penjualan iPhone di China telah mengalami penurunan sejak tahun lalu, dengan penurunan sebesar 11,1 persen pada kuartal pertama tahun fiskal 2025. Penurunan ini merupakan yang terbesar setelah penurunan hampir 13 persen pada kuartal pertama 2024.

Beberapa faktor berkontribusi terhadap penurunan penjualan iPhone di China, termasuk sentimen negatif terhadap produk Amerika dan kurangnya inovasi yang signifikan pada model iPhone terbaru. Analis Ming-Chi Kuo dari TF International Securities berpendapat bahwa iPhone 16 series tidak menawarkan peningkatan yang cukup menarik bagi konsumen untuk melakukan upgrade.

Fitur kecerdasan buatan Apple Intelligence, yang hadir di semua model iPhone 16, juga belum mampu menarik minat konsumen secara signifikan. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna Apple Intelligence tidak puas dengan fitur tersebut, menganggapnya hanya menambah sedikit nilai pada iPhone baru.

Kuo juga mencatat bahwa promosi Apple Intelligence kurang berhasil dibandingkan dengan layanan serupa seperti Galaxy AI di Samsung. Dia menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa Apple Intelligence dapat mendukung siklus penggantian perangkat keras atau bisnis layanan Apple.

Dengan demikian, kemitraan Apple dengan Alibaba merupakan langkah strategis untuk menghadirkan fitur AI ke iPhone di China dan mengatasi tantangan di pasar tersebut. Namun, kerja sama ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah AS mengenai keamanan data dan transfer teknologi.