Salatiga Puncaki Daftar Kota Toleran di Indonesia, Depok Catat Peningkatan Signifikan
Lembaga SETARA Institute kembali merilis Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2024, sebuah laporan komprehensif yang mengevaluasi kinerja kota-kota di seluruh Indonesia dalam upaya mempromosikan toleransi. Laporan ini, yang merupakan edisi ke-8 sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2015, menyoroti kota-kota yang berhasil mengimplementasikan kebijakan dan program yang mendukung toleransi di wilayahnya masing-masing.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan sepanjang tahun 2024, kota Salatiga, Jawa Tengah, dinobatkan sebagai kota paling toleran di Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dan masyarakat Salatiga dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis. Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, menyampaikan apresiasi atas inovasi progresif yang dilakukan Salatiga dalam memajukan toleransi.
Salatiga berhasil meraih skor 6,544, unggul tipis dari Singkawang, Kalimantan Barat, yang berada di peringkat kedua dengan skor 6,420. Salah satu faktor kunci keberhasilan Salatiga adalah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Toleransi Bermasyarakat dan Penanganan Konflik Sosial. Perda ini menjadi landasan hukum yang kuat dalam mempromosikan toleransi dan mencegah konflik sosial di masyarakat. Selain Salatiga, Banjarmasin dan Mojokerto juga memiliki produk hukum serupa, meskipun kedua kota ini tidak masuk dalam peringkat sepuluh besar.
Kota Semarang, Jawa Tengah, menempati peringkat ketiga dengan skor 6,356, diikuti oleh Magelang, Jawa Tengah (6,248), dan Pematang Siantar, Sumatera Utara (6,115). Peningkatan signifikan dialami oleh Pematang Siantar, yang naik dari peringkat 11 pada tahun 2023. Kenaikan ini didorong oleh kepemimpinan politik yang promotif terhadap pembentukan ekosistem toleransi, yang kemudian menggerakkan birokrasi pemerintahan dan masyarakat untuk mendukung agenda pemajuan toleransi. Sementara itu, Sukabumi, Bekasi, Kediri, Manado, dan Kupang melengkapi daftar sepuluh besar kota dengan indeks toleransi tertinggi.
Namun, laporan IKT juga menyoroti 10 kota dengan skor terendah, yang mengindikasikan kurangnya inovasi pemerintah dalam mendorong toleransi. Halili Hasan menjelaskan bahwa skor rendah ini bukan berarti adanya gejolak sosial atau peristiwa intoleran, melainkan kurangnya fokus dan inovasi dalam memajukan toleransi dibandingkan dengan kota-kota lain yang lebih aktif. Sepuluh kota dengan nilai terendah adalah Pare Pare, Cilegon, Lhokseumawe, Banda Aceh, Pekanbaru, Bandar Lampung, Makassar, Ternate, Sabang, dan Pagar Alam. Sebagian dari kota-kota ini, seperti Pagar Alam dan Sabang, telah lama berada di peringkat bawah dalam beberapa tahun terakhir.
SETARA Institute mencatat adanya stagnasi kebijakan dan keinginan untuk menjadi lebih toleran di beberapa kota, seperti Cilegon, Banda Aceh, Pekanbaru, dan Lhokseumawe. Meskipun terdapat ruang-ruang komunikasi dialogis yang baik antaragama dan etnis, upaya-upaya ini terhambat oleh kebijakan pemerintah kota yang kurang mendukung.
Salah satu sorotan penting dari IKT 2024 adalah peningkatan signifikan yang dialami oleh kota Depok. Setelah beberapa tahun berada di posisi terbawah, Depok berhasil melonjak ke peringkat 78, menjadi salah satu peningkatan peringkat paling menonjol di antara 94 kota yang dinilai. Sebelumnya, Depok menduduki posisi terbawah pada tahun 2020, 2021, dan 2023. Kenaikan ini menunjukkan bahwa inisiatif-inisiatif lokal yang progresif mulai membuahkan hasil, dan komitmen pemangku kebijakan untuk membangun ekosistem yang lebih toleran telah memicu perubahan positif.
Indeks Kota Toleran menggunakan delapan indikator utama dalam penilaian, yaitu:
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
- Kebijakan pemerintah kota
- Peristiwa intoleransi
- Dinamika masyarakat sipil
- Pernyataan publik pemerintah kota
- Tindakan nyata pemerintah kota
- Heterogenitas agama
- Inklusi sosial keagamaan
Pada tahun 2024, sebanyak 94 kota di seluruh Indonesia menjadi obyek kajian, dengan pengecualian empat kota administrasi di DKI Jakarta yang digabungkan penilaiannya menjadi satu.