Mahasiswa dan Aktivis Lingkungan Serukan Penutupan PLTU Babelan Demi Udara Bersih Bekasi
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025). Aksi damai ini bertujuan untuk mendesak pemerintah untuk segera menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Babelan yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat.
Para demonstran, yang terdiri dari mahasiswa Institut Attaqwa KH Noer Alie Bekasi dan didukung oleh organisasi sipil seperti Rizoma Indonesia, Afirmasi Bandung, LBH Jakarta, Walhi Jakarta, dan Jedaiklim, menyampaikan aspirasi mereka melalui orasi, pembagian selebaran, dan aksi teatrikal. Mereka mengenakan atribut seperti jaket almamater, masker oksigen, dan helm pelindung sebagai simbol dampak polusi yang dirasakan oleh warga Bekasi.
Terdapat empat poin utama yang menjadi tuntutan dalam aksi ini:
- Penghentian Operasi PLTU Babelan: PLTU Babelan, yang diklaim sebagai PLTU swasta terbesar di Jawa Barat dengan kapasitas 2x140 MW, dinilai menjadi sumber utama polusi udara di wilayah tersebut.
- Pencabutan Permen ESDM No. 10 Tahun 2025: Para pengunjuk rasa menilai bahwa peraturan ini bertentangan dengan Perpres 112 Tahun 2022 dan hanya menawarkan solusi palsu seperti carbon capture dan retrofit tanpa komitmen yang jelas untuk menghentikan PLTU.
- Peninjauan Ulang RUKN 2025: Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025 dianggap belum mengakomodasi semangat pengurangan emisi karbon yang menjadi komitmen global.
- Jaminan Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat Terdampak: Para demonstran menuntut adanya jaminan sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang mata pencahariannya terdampak jika PLTU Babelan ditutup.
Aksi teatrikal yang ditampilkan menggambarkan penderitaan warga Babelan akibat polusi udara, dengan slogan-slogan seperti "Bekasi Sesak Polusi Meruak", "Padi Kami Mati, Napas Nak Kami Tercekik", dan "Petani Tergusur di Negeri yang Subur". Seorang pemuda yang mengenakan mantel hujan kuning-biru dan masker oksigen melambangkan tekanan hidup akibat kualitas udara yang buruk.
Para peserta aksi juga menyoroti kebijakan iklim nasional yang dinilai berpotensi membawa Indonesia menuju pemanasan global hingga 4°C. Mereka mendesak pemerintah untuk mengubah arah kebijakan tersebut dan berkomitmen pada target global untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5°C.
Sebelumnya, permohonan audiensi dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah diajukan sejak 8 Mei, namun belum mendapatkan respons. Para mahasiswa dan aktivis berharap dapat bertemu dengan Dirjen Ketenagalistrikan untuk menyampaikan langsung usulan mereka.
Melalui aksi ini, mahasiswa dan LSM menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah transformatif dalam transisi energi demi melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat Bekasi. Mereka menekankan bahwa penundaan hanya akan memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan warga.