Kerentanan Siber di Indonesia: Studi Cisco Ungkap Kesiapan Perusahaan Hadapi Ancaman AI Masih Rendah
Ancaman Siber Mengintai: Studi Cisco Soroti Kesiapan Perusahaan Indonesia Hadapi Serangan AI
Sebuah laporan terbaru dari Cisco, perusahaan teknologi global, menyoroti kesenjangan kesiapan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menghadapi ancaman siber yang semakin canggih, terutama yang melibatkan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). Laporan "Cybersecurity Readiness Index 2025" mengungkap bahwa mayoritas perusahaan di Indonesia masih belum memiliki tingkat ketahanan yang memadai untuk menangkal serangan siber berbasis AI.
Survei yang melibatkan sekitar 8.000 pemimpin perusahaan di seluruh dunia, termasuk 158 responden dari Indonesia, menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil, tepatnya 11 persen, yang dinilai memiliki sistem keamanan siber yang matang dan mampu beradaptasi dengan ancaman AI. Temuan ini mengindikasikan bahwa sebagian besar organisasi di Indonesia masih rentan terhadap potensi serangan yang memanfaatkan teknologi AI.
Koo Juan Huat, Director Cybersecurity Cisco ASEAN, menyoroti kompleksitas dan perkembangan pesat AI sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya tingkat kesiapan keamanan siber di Indonesia. Perusahaan-perusahaan mengakui bahwa mereka kesulitan untuk mengimbangi peningkatan kompleksitas dan ancaman yang ditimbulkan oleh AI terhadap sistem keamanan mereka.
"Perusahaan-perusahaan ini mengatakan bahwa mereka sangat bersusah payah atau struggle terkait meningkatnya kompleksitas, perkembangan, serta ancaman yang ditimbulkan AI kepada sistem keamanan mereka," kata Juan.
Fakta yang mencengangkan adalah 91 persen responden di Indonesia melaporkan bahwa perusahaan mereka telah mengalami insiden keamanan siber yang melibatkan AI dalam setahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman AI bukan lagi sekadar potensi, melainkan realitas yang dihadapi oleh banyak organisasi.
Selain itu, kurangnya kesadaran akan ancaman AI juga menjadi faktor penghambat. Sebagian besar perusahaan (73 persen responden) di Indonesia masih meyakini bahwa sistem keamanan mereka saat ini mampu menangkal ancaman siber modern. Padahal, hanya sebagian kecil (5 persen) yang menyadari bahwa ancaman AI merupakan aspek yang sulit untuk dilindungi atau ditangani.
Marina Kacaribu, Managing Director Cisco Indonesia, menambahkan bahwa kurangnya pemantauan terhadap jaringan yang terhubung ke perangkat perusahaan dan kekurangan talenta di bidang keamanan siber juga menjadi tantangan signifikan. Sekitar 92 persen responden mengakui kesulitan dalam memantau jaringan yang terhubung ke perangkat perusahaan, sehingga keamanan tidak dapat terjamin. Sementara itu, 95 persen responden menyebutkan bahwa kekurangan talenta di bidang keamanan siber menjadi kendala utama dalam penanggulangan ancaman siber modern.
Rekomendasi Cisco untuk Meningkatkan Kesiapan Keamanan Siber
Mengingat tantangan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, Cisco memberikan lima rekomendasi untuk meningkatkan kesiapan keamanan siber:
- Terapkan budaya "Zero Trust": Edukasi karyawan untuk melindungi akses (password, kode OTP, dll.) dan tidak membagikannya kepada siapapun, termasuk rekan kerja.
- Implementasikan sistem keamanan berbasis verifikasi identitas: Pastikan setiap perangkat perusahaan yang memiliki akses ke jaringan inti dilengkapi dengan sistem verifikasi identitas yang kuat.
- Tingkatkan keamanan infrastruktur: Perkuat network resilience untuk memastikan jaringan dan infrastruktur tetap aman dan berfungsi ketika terjadi insiden atau gangguan.
- Implementasikan strategi dan fitur keamanan terkini untuk data cloud: Lindungi data yang diproses secara cloud dengan menerapkan strategi dan fitur keamanan yang sesuai.
- Kembangkan dan terapkan teknologi AI untuk deteksi ancaman: Manfaatkan teknologi AI untuk mendeteksi berbagai ancaman keamanan di perusahaan.
Cisco menawarkan solusi Cisco Security Cloud, sebuah platform yang menyediakan fitur keamanan utama seperti Breach Protection, User Protection, dan Cloud Protection untuk memantau dan mengendalikan seluruh infrastruktur keamanan dalam satu platform.
Metodologi Cisco Cybersecurity Readiness Index 2025
Cisco Cybersecurity Readiness Index 2025 merupakan laporan yang didasarkan pada survei terhadap 8.000 pemimpin perusahaan dari berbagai industri di seluruh dunia. Survei dilakukan secara double blind pada Januari-Februari 2025, di mana baik Cisco maupun responden tidak saling mengetahui identitas masing-masing.
Kesiapan perusahaan dinilai berdasarkan lima pilar:
- Identity Intelligence (25 persen): Kemampuan perusahaan untuk mengelola dan melindungi identitas pengguna dan akses ke sistem.
- Machine Trustworthiness (20 persen): Kemampuan perusahaan menjamin bahwa perangkat mereka terlindungi dan terhubung dengan jaringan yang aman.
- Network Resilience (25 persen): Kemampuan perusahaan untuk memastikan jaringan dan infrastruktur mereka tetap aman dan berfungsi ketika adanya insiden atau gangguan.
- Cloud Reinforcement (15 persen): Kemampuan perusahaan untuk melindungi proses pengolahan dan alur data yang berjalan di internet (cloud).
- AI Fortification (15 persen): Kemampuan perusahaan mengintegrasikan AI untuk meningkatkan deteksi, respons, dan adaptasi terhadap ancaman siber.
Berdasarkan penilaian ini, perusahaan dikategorikan ke dalam empat tingkatan kesiapan: Mature, Progressive, Formative, dan Beginner. Secara global, hanya 9 persen perusahaan yang dikategorikan Mature, sementara mayoritas (61 persen) berada di kategori Formative.