Megibung di Bulan Ramadan: Mempererat Ukhuwah Islamiyah dan Melestarikan Budaya Bali

Megibung di Bulan Ramadan: Mempererat Ukhuwah Islamiyah dan Melestarikan Budaya Bali

Di tengah ramainya aktivitas bulan Ramadan di Denpasar, sebuah tradisi unik dan sarat makna terpatri dalam kehidupan umat Muslim di Masjid Baitul Makmur, Kelurahan Monang-maning. Tradisi Megibung, sebuah makan bersama khas Bali, menjadi wadah mempererat ukhuwah Islamiyah sekaligus menghormati budaya lokal. Pada Minggu, 9 Maret 2025, aroma nasi kebuli sapi yang menggugah selera memenuhi aula masjid, menandakan dimulainya tradisi tahunan ini.

Di atas daun pisang yang tertata rapi di lantai masjid, hidangan berbuka puasa disajikan. Tidak hanya nasi kebuli, aneka takjil, kue tradisional, dan minuman segar turut menambah semarak acara. Suasana semakin khidmat ketika para jemaah, dari berbagai usia dan latar belakang, berkumpul untuk melaksanakan sholat Maghrib. Setelahnya, mereka duduk bersila, menikmati hidangan dengan penuh kebersamaan dan kesederhanaan. Tidak ada rebutan, hanya suasana kekeluargaan yang hangat. Bagi perantau, seperti Andito (26) asal Makassar, momen ini terasa sangat berharga. "Makanannya enak sekali," ujarnya, "Yang terpenting bisa bertemu saudara muslim, apalagi kita di sini minoritas." Perasaan senada diungkapkan Dinda Ahsa (30), yang merasakan kehangatan silaturahmi antar sesama jemaah. "Ini pertama kalinya saya berbuka puasa di Bali, dan sangat senang bisa berkenalan dengan banyak jemaah dari masjid lain," katanya. Ia berharap tradisi Megibung dapat terus dilestarikan untuk memperkuat persatuan umat Muslim di Bali.

Ketua panitia, Yus Subiato, menjelaskan sejarah panjang tradisi Megibung di Masjid Baitul Makmur, yang telah berlangsung sejak tahun 1941. Tradisi ini, menurutnya, merupakan wujud penghormatan terhadap budaya Bali sekaligus penguatan persaudaraan antar jemaah. "Kita berbuka puasa mengikuti kebudayaan Bali, yaitu makan bersama dengan nuansa kekeluargaan yang kuat," jelas Yus. Sebagai umat Muslim yang hidup di Bali, mempertahankan dan menghargai budaya lokal merupakan hal yang penting. Hal ini terlihat dari antusiasme jemaah yang luar biasa. Sebanyak 650 porsi nasi kebuli yang disediakan panitia habis tak bersisa, meninggalkan aroma harum yang membekas di aula masjid.

Lebih dari sekadar acara makan bersama, Megibung di bulan Ramadan ini menjadi cerminan harmoni antara keberagaman dan persatuan. Tradisi ini bukan hanya mengenyangkan perut, tetapi juga menghangatkan hati, menciptakan ikatan persaudaraan yang kuat di antara para jemaah, dan menjadi jembatan penghubung antara komunitas Muslim dan budaya lokal Bali. Megibung menjadi bukti nyata bagaimana nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal dapat berjalan beriringan, menciptakan atmosfer Ramadan yang penuh berkah dan kebersamaan. Semoga tradisi ini terus lestari dan menjadi inspirasi bagi komunitas lainnya dalam membangun kerukunan dan kebersamaan.

Berikut beberapa poin penting dari pelaksanaan tradisi Megibung di Masjid Baitul Makmur:

  • Integrasi budaya: Megibung memadukan tradisi makan bersama khas Bali dengan nuansa spiritual Ramadan.
  • Ukhuwah Islamiyah: Acara ini mempererat persaudaraan dan silaturahmi antar jemaah.
  • Toleransi dan harmoni: Megibung menunjukkan harmoni antara komunitas Muslim dan budaya lokal Bali.
  • Pelestarian tradisi: Tradisi Megibung telah berlangsung sejak tahun 1941 dan diharapkan terus lestari.
  • Kebersamaan: Acara ini menciptakan momen kebersamaan yang bermakna, khususnya bagi para perantau.