Perjuangan Suriyono: Bukti Mimpi Tak Mengenal Usia, Raih Gelar Sarjana di Usia Senja
Di tengah hiruk pikuk kampus Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, sosok Suriyono mencuri perhatian. Pria berusia 60 tahun ini membuktikan bahwa semangat belajar tak lekang oleh waktu. Dengan senyum ramah dan kerutan di wajah yang menyimpan kisah perjuangan, Suriyono berhasil meraih gelar Sarjana Agroteknologi Pertanian, sebuah pencapaian yang menginspirasi banyak orang.
Lulus dari SMAK Hikmah Mandala Banyuwangi pada tahun 1986, Suriyono harus menunda mimpinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi. Ia kemudian bekerja keras sebagai kernet pengantar material dan kemudian di sebuah pabrik pengemasan makanan ekspor. Namun, semangat untuk belajar tak pernah padam. Dengan pengelolaan keuangan yang cermat, Suriyono berhasil memiliki usaha sampingan jual beli kambing yang memberdayakan petani lokal. Dari hasil usaha inilah, ia mengumpulkan dana untuk mewujudkan impiannya.
"Setelah terkumpul uang yang cukup, timbul keinginan saya yang dahulu untuk kuliah. Maka dari itu saya jual kambing-kambing saya, saya niatkan kuliah," ungkap Suriyono.
Tekadnya bulat. Suriyono mendaftar sebagai mahasiswa Untag Banyuwangi dan berjuang membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah. Ia rela belajar hingga larut malam, bahkan menjelang subuh, untuk memahami materi perkuliahan.
"Setelah isya saya belajar, kalau ngantuk saya tidur, terbangun nanti baca lagi. Karena saya berpikir bahwa waktu saya terbatas, jadi kapan lagi saya belajar," jelasnya.
Suriyono tercatat sebagai mahasiswa angkatan 2019 yang sempat cuti selama tiga semester. Namun, ia kembali dengan semangat membara untuk menyelesaikan studinya. Baginya, niat dan semangat adalah kunci utama, modal finansial akan mengikuti.
"Yang terpenting adalah niat, kemudian semangat, baru uang," tegas Suriyono.
Kegigihan Suriyono tak hanya membuahkan gelar sarjana, tetapi juga pengakuan sebagai pekerja terbaik di tempatnya bekerja. Kini, dengan gelar di tangan, ia merasa lebih percaya diri dan bahkan mendapatkan promosi jabatan. Kisah Suriyono menjadi bukti bahwa usia bukanlah penghalang untuk meraih mimpi.
Dukungan dari lingkungan sekitar, terutama dari para dosen, turut memacu semangat Suriyono. Yusmia Widiastuti, dosen pembimbing skripsinya, mengakui Suriyono sebagai sosok yang semangat, pantang menyerah, dan rajin. Ia bahkan rela menyesuaikan jadwal bimbingan dengan jadwal kerja shift Suriyono.
"Saya tidak langsung tanya besok bimbingan jam berapa, tapi saya tanya bapak besok shift apa. Setelahnya baru kami mengatur jam bimbingan," kata Yusmia.
Yusmia juga terkesan dengan kedisiplinan Suriyono. Ia selalu datang tepat waktu untuk bimbingan, bahkan rela menerjang hujan deras demi bertemu dosen pembimbingnya.
"Pak Sur tidak pakai jas hujan, kebasahan dari rambut hingga bajunya. Saya yang khawatir takut bapak jatuh sakit," kenang Yusmia.
Dedikasi Suriyono juga terlihat saat mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Gombengsari. Ia tak hanya mengamati, tetapi juga turun langsung membantu para petani. Kontribusi Suriyono selama KKN mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat setempat.
Kisah Suriyono adalah inspirasi bagi kita semua. Bahwa dengan niat, semangat, dan kerja keras, tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih, tidak peduli berapa pun usia kita.