Sengketa Wilayah, Empat Pulau di Aceh Diklaim Masuk Sumatera Utara
Kontroversi Penetapan Wilayah: Empat Pulau Aceh Masuk Sumatera Utara
Keputusan pemerintah pusat yang memasukkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menuai polemik. Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman, yang dikenal dengan sapaan Haji Uma, mengecam keras keputusan tersebut dan mempertanyakan dasar penetapan yang dinilainya tidak sesuai dengan fakta sejarah dan aspirasi masyarakat Aceh.
Haji Uma mengungkapkan bahwa dirinya telah berulang kali menyampaikan aspirasi dan data terkait kepemilikan pulau-pulau tersebut kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sejak tahun 2017. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Ia mengaku telah menyurati Kemendagri, bahkan saat diminta memberikan data pendukung, aspirasi tersebut tetap diabaikan. Haji Uma sangat menyayangkan sikap Kemendagri yang dianggap tidak menghargai fakta sejarah dan data faktual di lapangan.
"Keputusan ini sangat mengecewakan dan mencederai rasa keadilan masyarakat Aceh. Pulau-pulau tersebut secara historis dan faktual adalah bagian dari Aceh. Bahkan, Pemerintah Aceh telah menginvestasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di sana," ujar Haji Uma.
Menurut Haji Uma, keempat pulau tersebut telah menjadi bagian integral dari Aceh sejak 17 Juni 1965 dan dihuni oleh masyarakat Aceh. Bahkan, beberapa warga yang dulunya bermukim di pulau-pulau tersebut kini menetap di Bakongan, Aceh Selatan. Ia juga menyoroti investasi Pemerintah Aceh pada tahun 2012 untuk membangun tugu dan rumah singgah nelayan di pulau-pulau tersebut.
Haji Uma mengungkapkan bahwa Gubernur Aceh sebelumnya, Nova Iriansyah, juga telah berulang kali menyurati Kemendagri sejak tahun 2018, namun upaya tersebut juga tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Penetapan sebelumnya melalui Kepmendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Aceh.
"Jangan sampai sengketa wilayah ini memicu konflik yang lebih besar. Pemerintah pusat harus bijaksana dan mendengarkan aspirasi masyarakat Aceh sebelum membuat keputusan sepihak," tegasnya.
Haji Uma mendesak pemerintah pusat untuk segera meninjau ulang keputusan tersebut secara menyeluruh dan objektif. Ia berharap agar pemerintah pusat dapat mempertimbangkan kembali fakta sejarah, data faktual, dan aspirasi masyarakat Aceh dalam mengambil keputusan terkait status kepemilikan pulau-pulau tersebut.
Keputusan kontroversial ini tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025. Dalam keputusan tersebut, empat pulau milik Aceh dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Empat pulau yang dimaksud adalah:
- Pulau Lipan
- Pulau Panjang
- Pulau Mangkir Besar
- Pulau Mangkir Kecil
Penetapan ini berpotensi memicu konflik wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara jika tidak segera ditangani dengan bijaksana dan mempertimbangkan semua aspek yang relevan. Pemerintah pusat diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas dan keharmonisan antar daerah.