Menimbang Hukum Puasa Qadha Ramadhan di Bulan Dzulhijjah: Pendapat Ulama dan Tata Cara Pelaksanaan

Hukum Puasa Qadha Ramadhan Bertepatan dengan Dzulhijjah: Kajian Fiqih dan Panduan Amaliah

Bulan Dzulhijjah, khususnya sepuluh hari pertamanya, memiliki keutamaan yang agung dalam Islam. Umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh, termasuk berpuasa. Namun, bagaimana jika seseorang masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan dan ingin menggantinya (qadha) di bulan Dzulhijjah? Apakah diperbolehkan menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa sunnah Dzulhijjah? Berikut adalah uraiannya berdasarkan berbagai pendapat ulama.

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum puasa qadha Ramadhan yang dilaksanakan di bulan Dzulhijjah. Perbedaan ini bermula dari perbedaan pandangan di kalangan sahabat Nabi Muhammad SAW.

  • Umar bin Khattab RA: Beliau berpendapat bahwa melaksanakan puasa qadha di hari-hari utama seperti Dzulhijjah adalah tindakan yang baik dan dianjurkan. Alasannya, keutamaan waktu dapat memberikan pahala yang lebih besar, meskipun puasa tersebut bersifat wajib.
  • Ali bin Abi Thalib RA: Beliau memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, puasa qadha di sepuluh hari pertama Dzulhijjah dapat mengurangi kesempatan untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus, yang memiliki keutamaan tersendiri di hari-hari tersebut.

Imam Ahmad bin Hanbal memiliki dua riwayat terkait masalah ini. Salah satunya sejalan dengan pendapat Ali bin Abi Thalib, yang menganjurkan untuk memisahkan antara puasa qadha dan puasa sunnah. Sementara riwayat lainnya membolehkan puasa qadha dilakukan di waktu-waktu utama dengan keyakinan bahwa ibadah wajib di waktu istimewa tetap bernilai besar dan bisa menggabungkan dua keutamaan.

Pendapat Ulama Kontemporer

Dalam konteks kekinian, para ulama juga memberikan pandangannya mengenai masalah ini. Dilansir dari NU Online, Ustadz Alhafiz Kurniawan dari PBNU menjelaskan bahwa menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa sunnah Tarwiyah (8 Dzulhijjah) atau Arafah (9 Dzulhijjah) tetap sah secara syariat. Bahkan, orang yang melakukannya tetap mendapatkan pahala puasa sunnah di hari tersebut.

Pandangan ini didasarkan pada penjelasan Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib, yang menyebutkan bahwa seseorang yang berpuasa pada hari yang memiliki nilai sunnah dengan niat qadha atau nazar tetap memperoleh pahala puasa sunnah. Pendapat ini juga didukung oleh ulama lainnya seperti Al-Barizi, Al-Ushfuwani, dan Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri.

Buya Yahya dalam kanal YouTube Al-Bahjah TV menjelaskan bahwa seseorang boleh mendahulukan puasa sunnah meskipun masih memiliki utang puasa Ramadhan. Akan tetapi, yang lebih utama adalah membayar utang puasa terlebih dahulu karena itu termasuk kewajiban dan pahalanya lebih besar. Terkait niat, Buya Yahya menegaskan jika ingin melakukan qadha puasa Ramadhan di hari-hari Dzulhijjah, niatnya harus khusus untuk qadha dan tidak boleh digabungkan dengan niat puasa sunnah lainnya.

Tata Cara Puasa Dzulhijjah

Secara umum, tata cara puasa Dzulhijjah sama dengan puasa sunnah lainnya. Puasa ini dilakukan selama sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, dimulai dari tanggal 1 hingga 9. Niat puasa dapat dilakukan sejak waktu maghrib hingga sebelum fajar, dengan tujuan menunaikan puasa sunnah Dzulhijjah. Hal-hal yang membatalkan puasa juga sama dengan puasa wajib, seperti makan, minum, atau hal lain yang membatalkan puasa Ramadhan.

Perbedaannya terletak pada status hukum. Jika puasa sunnah ini batal di tengah jalan, tidak ada kewajiban untuk menggantinya, karena sifatnya yang tidak wajib.

Dengan demikian, dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Dzulhijjah, khususnya bagi yang masih memiliki tanggungan qadha Ramadhan, penting untuk memahami perbedaan pendapat ulama dan memilih pendapat yang paling sesuai dengan keyakinan serta kondisi masing-masing. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT.