Jimly Asshiddiqie Kritik Polri: Penghentian Sepihak Kasus Ijazah Jokowi Picu Ketidakadilan
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menyoroti potensi ketidakadilan dalam penanganan polemik ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritik ini muncul menyusul keputusan Bareskrim Polri yang menghentikan penyelidikan laporan dugaan ijazah palsu, sementara laporan Jokowi terhadap pihak pelapor atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik tetap dilanjutkan.
Jimly Asshiddiqie menyampaikan kekhawatirannya saat diwawancarai di Kampus Slamet Riyadi Solo pada hari Rabu (28/5/2025). Ia menekankan bahwa tindakan yang dianggap timpang ini dapat memicu persepsi negatif di mata masyarakat terkait keadilan hukum.
"Di mata masyarakat akan timbul kesan tidak adil. Satu laporan dihentikan, sementara laporan lainnya diteruskan," ujarnya.
Menurut Jimly, penyelesaian masalah ijazah Jokowi seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek menang atau kalah, benar atau salah. Lebih dari itu, aspek baik dan buruk juga harus dipertimbangkan dalam mencari solusi yang komprehensif.
"Solusi tidak hanya tentang menang atau kalah, benar atau salah, tetapi juga tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Keduanya harus menjadi bagian dari solusi," tegasnya.
Jimly memahami bahwa proses hukum idealnya melibatkan pengadilan sebagai pihak yang membuat keputusan, sementara polisi bertugas meneruskan laporan. Namun, ia mempertanyakan implikasi dari penghentian satu laporan dan melanjutkan laporan lainnya.
"Memang idealnya ada dua proses, keduanya diadili. Tapi jika yang satu dihentikan dan yang lain dilanjutkan, bagaimana? Padahal, yang membuat keputusan akhir bukanlah polisi, melainkan pengadilan. Polisi hanya meneruskan laporan," imbuhnya.
Jimly secara tegas menyatakan bahwa keputusan Bareskrim untuk menghentikan penyelidikan laporan dugaan ijazah palsu dinilai kurang bijaksana. Di sisi lain, ia juga mengakui bahwa situasi yang dihadapi Jokowi sebagai individu juga tidak ideal. Ia juga menyinggung tentang Bambang Tri makin keras saja.
"Keputusan Bareskrim itu kurang bijaksana. Namun, dari segi pribadi, saya juga merasa kasihan terhadap Jokowi. Kesabaran seseorang ada batasnya," tuturnya.
Meski demikian, Jimly menekankan bahwa memenjarakan pihak pelapor bukanlah solusi yang tepat karena justru dapat menimbulkan dendam dan memperkeruh suasana. Ia mencontohkan kasus Bambang Tri yang justru semakin keras dalam menyampaikan pendapatnya setelah dipenjara.
Oleh karena itu, Jimly mengusulkan agar penyelesaian perkara ini dilakukan melalui jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia berharap, melalui proses peradilan yang transparan dan adil, polemik ijazah Jokowi dapat diselesaikan secara komprehensif dan memuaskan semua pihak.
- Ijazah Palsu
- Joko Widodo (Jokowi)
- Bareskrim Polri
- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
- Fitnah
- Pencemaran Nama Baik