Purnawirawan TNI AD Terancam Hukuman Berat Akibat Korupsi Kredit Fiktif
Mantan anggota TNI Angkatan Darat, Pelda Dwi Singgih Hartono, menghadapi tuntutan serius dari oditur militer dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat atas keterlibatannya dalam kasus korupsi kredit fiktif. Jaksa penuntut umum menuntut Dwi Singgih untuk membayar uang pengganti dengan total mencapai Rp 54,5 miliar, sebagai konsekuensi dari perbuatannya.
Jaksa meyakini bahwa Dwi Singgih telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan modus pengajuan kredit fiktif. Modusnya adalah dengan mencatut nama sejumlah orang, seolah-olah mereka adalah prajurit TNI AD, untuk mengajukan pinjaman ke dua bank BUMN di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Pengajuan kredit fiktif ini dilakukan secara terpisah ke masing-masing bank.
Dalam perkara pertama, Dwi Singgih dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 49.022.049.042. Jaksa memberikan tenggat waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Apabila dalam jangka waktu tersebut uang pengganti tidak dilunasi, maka seluruh harta benda milik Dwi Singgih akan disita oleh negara untuk menutupi kerugian tersebut. Lebih lanjut, jika harta bendanya tidak mencukupi, Dwi Singgih terancam hukuman penjara selama 7 tahun.
Pada perkara kedua, terkait pengajuan kredit fiktif ke bank lainnya, Dwi Singgih dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5.569.640.213. Ketentuan mengenai pembayaran, penyitaan harta benda, dan hukuman pengganti juga berlaku sama dengan perkara pertama. Jika uang pengganti tidak dilunasi dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita, dan jika tidak mencukupi, ia akan dipenjara selama 4 tahun.
Selain tuntutan uang pengganti, Dwi Singgih juga menghadapi tuntutan pidana pokok yang cukup berat. Dalam kasus korupsi pengajuan kredit di bank pertama, jaksa menuntut hukuman 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan. Sementara itu, dalam perkara kredit di bank kedua, ia dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta, dengan ketentuan subsidair yang sama, yaitu 6 bulan kurungan apabila denda tidak dibayar.
Terungkap bahwa Dwi Singgih telah mengajukan sebanyak 214 kredit fiktif ke bank pertama dan 44 kredit fiktif ke bank kedua. Dengan memanfaatkan posisinya sebagai juru bayar Bekang Kostrad Cibinong, ia dengan leluasa mencatut identitas ratusan orang dan memalsukan data mereka seolah-olah mereka adalah anggota TNI AD yang berhak mengajukan pinjaman.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan identitas dalam skala besar, serta merugikan keuangan negara dan lembaga perbankan. Proses hukum terhadap Dwi Singgih Hartono masih terus berjalan, dan putusan pengadilan akan menentukan nasibnya di masa mendatang.
Berikut rincian tuntutan yang dihadapi Dwi Singgih Hartono:
- Perkara 1 (Bank Pertama):
- Uang Pengganti: Rp 49.022.049.042 (subsider 7 tahun penjara jika tidak dibayar)
- Pidana Pokok: 14 tahun penjara
- Denda: Rp 750 juta (subsider 6 bulan kurungan jika tidak dibayar)
- Perkara 2 (Bank Kedua):
- Uang Pengganti: Rp 5.569.640.213 (subsider 4 tahun penjara jika tidak dibayar)
- Pidana Pokok: 8 tahun penjara
- Denda: Rp 750 juta (subsider 6 bulan kurungan jika tidak dibayar)