Sensasi Kuliner Malaysia di Kampung Jawa Bali: Mie Goreng Kari Mamak Raih Popularitas
Sensasi Kuliner Malaysia di Kampung Jawa Bali: Mie Goreng Kari Mamak Raih Popularitas
Di tengah hiruk-pikuk Pulau Dewata, sebuah cita rasa unik dari Negeri Jiran hadir menyapa lidah para penikmat kuliner. Di Kampung Jawa, Dusun Wanasari, Denpasar, tepatnya di sekitar Masjid Raya Baiturrahmah, sebuah warung sederhana menawarkan hidangan yang tak biasa: Mie Goreng Kari Mamak. Bukan sekadar mie goreng biasa, sajian ini menyuguhkan perpaduan rempah-rempah khas Malaysia yang kaya dan kuat, menciptakan pengalaman kuliner yang menggugah selera.
Muhammad Muhaid (25), sang pemilik warung, telah membagi kisah suksesnya. Setelah menghabiskan tujuh bulan mempelajari resep autentik Mie Goreng Kari Mamak di Malaysia, ia memberanikan diri untuk memperkenalkan sajian tersebut di Bali. Keputusan ini terbukti tepat. Tingginya minat masyarakat Bali terhadap cita rasa baru ini mendorong Muhaid untuk membuka warungnya sejak bulan Ramadan tahun lalu. "Kami melihat peluang besar di Bali, karena belum banyak yang menawarkan mie goreng kari dengan cita rasa otentik Malaysia," ungkap Muhaid saat ditemui pada Minggu (9/3/2025).
Mie Goreng Kari Mamak buatan Muhaid disajikan dengan porsi yang besar dan mengenyangkan. Seharga Rp 20.000, konsumen akan dimanjakan dengan mie yang dibuat sendiri, potongan sosis, sayur sawi dan kol yang segar, bawang bombai, serta telur orak-arik. Bagi yang ingin menambah kenikmatan, telur mata sapi bisa ditambahkan dengan biaya tambahan Rp 5.000.
Rahasia kelezatan Mie Goreng Kari Mamak terletak pada racikan bumbu kari khas Malaysia yang ia gunakan. "Bumbu kari ini sudah merupakan resep turun-temurun, memadukan cita rasa Melayu dan India," jelas Muhaid. Perpaduan bumbu kari, kecap, saus, dan berbagai topping menghasilkan sajian berwarna pekat dengan aroma rempah yang begitu menggiurkan. Cita rasanya gurih, sedikit pedas, dan sangat mengenyangkan, bahkan cukup untuk dinikmati dua orang.
Proses pembuatan mie pun dilakukan secara tradisional. Muhaid dan timnya secara mandiri membuat mie setiap harinya, mulai pukul 09.00 hingga 13.00 WITA. Tingginya permintaan membuat mereka harus memproduksi mie dalam jumlah besar, mencapai 40-50 kg per hari selama Ramadan dan hingga 90 kg saat berjualan di Car Free Day Renon.
Kepopuleran Mie Goreng Kari Mamak tak hanya terbatas di Kampung Jawa. Konsumen dari berbagai wilayah di Bali, termasuk Jimbaran, Padangbai, dan Badung, rela datang untuk menikmati sajian ini. Lebih mengejutkan lagi, usaha ini tak hanya fokus pada keuntungan semata. "Kami tidak hanya berjualan, tetapi juga beramal. Semua keuntungan akan disalurkan ke yayasan," tutur Muhaid. Model bisnis ini ternyata diterapkan di 17 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh, Jakarta, Bandung, hingga Papua.
Keberhasilan Mie Goreng Kari Mamak Muhaid membuktikan bahwa inovasi dan cita rasa otentik mampu menarik perhatian pasar yang luas, bahkan hingga ke luar daerah asalnya. Kisah ini menjadi inspirasi bagi para pelaku UMKM untuk terus berinovasi dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.