Saraf Terjepit: Ancaman Bagi Segala Usia, Pahami Penyebab dan Langkah Pencegahannya

Seringkali kita mengasosiasikan saraf terjepit dengan aktivitas fisik berat atau profesi tertentu seperti atlet. Namun, kenyataannya, kondisi ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia maupun tingkat aktivitas fisik. Bahkan, individu yang kurang aktif dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawai pun berisiko mengalami masalah ini.

Menurut Dokter Spesialis Saraf, Irca Ahyar, saraf terjepit dapat menimpa siapa saja, baik yang aktif maupun kurang aktif. Kondisi ini tidak mengenal usia atau profesi. Saraf terjepit terjadi ketika ruang di sekitar saraf tulang belakang menyempit, sehingga menekan saraf. Penyempitan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk cedera, perubahan degeneratif terkait usia, atau kondisi medis tertentu.

Penyebab Saraf Terjepit

Saraf terjepit tidak terjadi secara instan, melainkan melalui proses yang kompleks. Secara garis besar, terdapat dua kategori penyebab utama:

  • Trauma Akut: Cedera mendadak seperti jatuh terduduk, kecelakaan, atau cedera saat berolahraga dapat menyebabkan saraf terjepit.
  • Proses Degeneratif Jangka Panjang: Proses degeneratif terjadi secara bertahap selama bertahun-tahun. Kebiasaan buruk seperti duduk terlalu lama dengan posisi yang buruk atau bermain ponsel sambil berbaring dapat memicu perubahan pada struktur tulang belakang, terutama jika ada riwayat trauma sebelumnya. Faktor genetik seperti skoliosis juga dapat berkontribusi pada perkembangan saraf terjepit.

Gejala Awal dan Risiko yang Perlu Diwaspadai

Gejala awal saraf terjepit seringkali berupa rasa pegal atau nyeri lokal yang tidak mereda meskipun sudah dipijat atau diistirahatkan. Jika rasa pegal terus-menerus muncul di area yang sama dan tidak membaik, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter. Jangan pernah menyepelekan rasa pegal yang berulang, terutama jika Anda memiliki riwayat benturan. Seiring bertambahnya usia, benturan ringan sekalipun dapat menyebabkan nyeri yang signifikan karena otot-otot tubuh mulai melemah.

Jika dibiarkan tanpa penanganan, saraf terjepit dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen dan kelumpuhan lokal pada area yang dikendalikan oleh saraf tersebut. Misalnya, jika saraf di lumbar 3 (L3) terjepit dan rusak, otot paha bagian luar dapat mengecil dan kehilangan fungsi. Selain gangguan pergerakan, kemampuan merasakan sensasi pun dapat hilang. Kondisi ini sangat berbahaya karena luka pada kaki dapat tidak terasa sakit, sehingga meningkatkan risiko infeksi yang tidak disadari.

Pemulihan dan Pencegahan

Saraf terjepit tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, dengan penanganan yang tepat, termasuk terapi dan latihan otot, pemulihan tetap memungkinkan. Proses regenerasi saraf membutuhkan waktu yang lama. Meskipun nyeri sudah hilang, terapi tetap harus dilanjutkan untuk memperbaiki sumber masalahnya, yaitu struktur tulang. Banyak pasien berhenti terapi ketika merasa sudah sembuh, padahal proses perbaikan tulang masih berlangsung. Jika celah antar tulang belum kembali normal, saraf tetap berisiko terjepit kembali.

Pencegahan saraf terjepit dapat dimulai dengan mengenali kemampuan tubuh sendiri. Kita harus tahu seberapa kuat otot kita dan memastikan postur tubuh kita sudah benar saat melakukan aktivitas. Jika otot tidak terlatih, hindari memaksakan diri mengangkat beban berat. Otot yang tegang dapat terus mencengkeram tulang, menyebabkan penyempitan celah antar tulang dan berujung pada saraf terjepit. Rutin melakukan stretching dan skrining tulang belakang sejak remaja juga sangat dianjurkan. Skrining dini dapat membantu mendeteksi kelainan struktur sejak awal, sehingga penanganan dapat dilakukan sedini mungkin.

Saraf terjepit bukanlah penyakit sepele yang hanya menyerang kalangan tertentu. Mengenali gejalanya sejak dini dan memahami risikonya adalah kunci untuk mengambil langkah pencegahan dan penanganan yang tepat.