Polemik Lingga-Yoni Tanjungkalang: Warga Nganjuk Menolak Relokasi Cagar Budaya ke Museum
Ditemukan di area persawahan Dusun Tanjungkalang, Desa Tanjungkalang, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, sebuah lingga dan yoni yang diklaim sebagai yang terbesar di wilayah tersebut kini menjadi sorotan. Objek yang diduga merupakan cagar budaya (ODCB) ini mengalami kerusakan akibat tindakan ekskavasi ilegal, memicu reaksi keras dari masyarakat setempat.
Warga Tanjungkalang dengan tegas menolak rencana pemindahan lingga-yoni ke Museum Anjuk Ladang. Bagi mereka, artefak kuno ini bukan sekadar benda bersejarah, melainkan simbol kesuburan dan keberkahan bagi desa mereka. Keberadaan lingga-yoni ini diyakini telah ada sejak lama, bahkan sejak era Mpu Sindok, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas desa.
S. Anto, Ketua RT setempat, mengungkapkan bahwa penolakan warga didasari oleh keyakinan bahwa lingga-yoni merupakan lambang kesuburan Desa Tanjungkalang. Sejak tahun 1984, Anto telah menyaksikan keberadaan lingga-yoni tersebut dan meyakini bahwa itu adalah peninggalan nenek moyang.
Kondisi lingga-yoni saat ini sangat memprihatinkan. Kerusakan yang terjadi diduga akibat upaya pengangkatan paksa dan vandalisme oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Ujung lingga mengalami kerusakan di beberapa sisi, sementara bagian selatan yoni tampak cekung akibat upaya pencongkelan. Bagian tengah yoni juga berlubang tak beraturan.
Menurut penuturan Anto, upaya perusakan terhadap lingga-yoni telah terjadi sejak tahun 2020. Sebelumnya, kondisi lingga-yoni masih utuh dan tampak lebih tinggi. Namun, sejak saat itu, upaya pengangkatan paksa telah menyebabkan lingga terlepas dari yoni-nya.
Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Nganjuk, Sukadi, menghormati keputusan warga yang menolak pemindahan lingga-yoni ke museum. Ia mendorong pihak desa untuk melakukan pemagaran di sekeliling lingga-yoni, melakukan monitoring dengan Disporabudpar, dan membuatkan cungkup untuk melindungi benda purbakala ini. Sukadi menekankan bahwa tidak semua benda purbakala harus dibawa ke museum. Justru, jika lingga-yoni tetap berada di desa, hal itu dapat menjadi local genius dan kearifan Desa Tanjungkalang.
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disporabudpar Nganjuk, Amin Fuadi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah lama menawarkan agar lingga-yoni di Tanjungkalang dipindahkan ke museum demi keamanan. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh warga.
Lingga dan yoni Tanjungkalang memiliki ukuran yang cukup besar. Yoni berukuran sekitar 113 x 111 sentimeter, sedangkan tinggi lingga kurang lebih 113 sentimeter. Kerusakan yang dialami oleh benda cagar budaya ini sangat disayangkan, dan upaya pelestarian menjadi sangat penting untuk menjaga warisan budaya bagi generasi mendatang.
Berikut adalah beberapa tindakan yang disarankan untuk melindungi lingga-yoni Tanjungkalang:
- Pemagaran: Membangun pagar di sekeliling area lingga-yoni untuk mencegah akses dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
- Monitoring: Melakukan pemantauan secara berkala oleh pihak Disporabudpar untuk memastikan kondisi lingga-yoni tetap terjaga.
- Pembuatan Cungkup: Membangun cungkup atau bangunan pelindung di atas lingga-yoni untuk melindunginya dari cuaca dan kerusakan fisik.
- Sosialisasi: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian cagar budaya dan nilai sejarah yang terkandung dalam lingga-yoni.
- Pelibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat setempat dalam upaya pelestarian lingga-yoni agar mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk menjaganya.
Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan lingga-yoni Tanjungkalang dapat terus dilestarikan dan menjadi kebanggaan masyarakat Nganjuk.