Polemik Data Kemiskinan Nasional: Celios Kritik Metodologi BPS yang Dianggap Usang
Perbedaan Data Kemiskinan: Sorotan terhadap Metode Pengukuran BPS
Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti adanya disparitas signifikan antara data kemiskinan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia berada dalam kategori miskin, sementara angka dari BPS jauh lebih rendah. Perbedaan ini memicu perdebatan mengenai akurasi dan relevansi metodologi yang digunakan BPS dalam mengukur kemiskinan di Indonesia.
Celios berpendapat bahwa metode yang digunakan BPS, yang berfokus pada garis kemiskinan berdasarkan kecukupan kalori dan pengeluaran, sudah tidak relevan dengan kompleksitas kemiskinan modern. Metode ini dinilai gagal menangkap berbagai tantangan kontemporer seperti beban utang, akses terbatas ke layanan publik, dan tekanan finansial yang dihadapi rumah tangga kelas menengah. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas kebijakan dan program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan.
Kritik terhadap Metodologi BPS
Menurut Celios, metodologi BPS yang sudah digunakan selama hampir lima dekade, tidak mampu merepresentasikan secara akurat kondisi masyarakat yang rentan. Warga yang terjerat pinjaman online atau terpaksa menjual aset untuk memenuhi kebutuhan hidup seringkali tidak terklasifikasi sebagai miskin. Pengeluaran yang tinggi dalam situasi tersebut justru dapat disalahartikan sebagai indikasi kesejahteraan.
Selain itu, Celios menyoroti masalah dalam skema penduduk referensi yang digunakan dalam perhitungan garis kemiskinan. Jika penduduk referensi berasal dari kelompok rentan yang mengalami penurunan daya beli, garis kemiskinan cenderung stagnan. Akibatnya, statistik kemiskinan mungkin terlihat membaik, padahal kondisi kesejahteraan masyarakat sebenarnya memburuk.
Implikasi terhadap Kebijakan dan Bantuan Sosial
Ketidakakuratan data kemiskinan dapat berdampak negatif pada alokasi anggaran dan penyaluran bantuan sosial. Jika data yang digunakan tidak mencerminkan realitas di lapangan, program-program bantuan sosial mungkin tidak tepat sasaran dan kurang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Celios juga menyoroti bahwa persentase anggaran perlindungan sosial terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia termasuk yang terendah di Asia, yang mengindikasikan perlunya peningkatan investasi dalam program-program sosial.
Usulan Perubahan Metodologi
Untuk mengatasi masalah ini, Celios mengusulkan agar pemerintah melakukan redefinisi cara mengukur kemiskinan. Salah satu usulan utama adalah mengadopsi pendekatan berbasis disposable income, yaitu pendapatan yang dapat dibelanjakan setelah memenuhi kebutuhan pokok dan kewajiban dasar. Pendekatan ini dinilai lebih realistis dan adil dalam mencerminkan kondisi kesejahteraan rumah tangga, serta dapat mengakomodasi faktor-faktor seperti geografis, beban generasi sandwich, dan kebutuhan dasar non-makanan.
Celios juga mencontohkan pendekatan yang diterapkan oleh Uni Eropa, yang menggunakan parameter hidup layak sebagai indikator kemiskinan. Indikator ini tidak hanya berfokus pada pendapatan, tetapi juga mencakup aspek-aspek seperti literasi, kesehatan, pengangguran, dan tingkat kebahagiaan.
Data Kemiskinan sebagai Alat Evaluasi Kebijakan
Celios menekankan pentingnya menjadikan data kemiskinan sebagai alat evaluasi kebijakan, bukan sebagai alat politik. Data kemiskinan seharusnya digunakan untuk menilai efektivitas sistem pajak dan bantuan sosial dalam mengurangi kemiskinan. Dengan membandingkan tingkat kemiskinan sebelum dan sesudah intervensi fiskal, pemerintah dapat mengukur secara akurat efektivitas kebijakan redistribusi.
Celios juga menyoroti bahwa jika program-program seperti Makan Bergizi Gratis, PKH, atau subsidi pupuk tidak memberikan dampak signifikan terhadap penurunan kemiskinan, program-program tersebut perlu dievaluasi atau bahkan dihentikan.
Perlunya Regulasi yang Lebih Kuat
Untuk mendukung perubahan metodologi pengukuran kemiskinan, Celios mengusulkan perlunya Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pendekatan baru dalam pengukuran kemiskinan. Perpres ini akan menjadi landasan koordinasi lintas lembaga dalam menyusun indikator baru, memperkuat integrasi data, dan menyelaraskan seluruh program pengentasan kemiskinan secara nasional.