Putusan MK Gratiskan Sekolah Swasta Picu Kekhawatiran Golkar Terkait Kemampuan Anggaran Negara

Partai Golkar melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) Muhammad Sarmuji menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait implikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan negara untuk menggratiskan biaya pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), baik di sekolah negeri maupun swasta. Sarmuji menilai bahwa keputusan ini, meskipun bertujuan mulia, berpotensi membebani keuangan negara secara signifikan.

Menurut Sarmuji, implementasi putusan MK ini akan memerlukan alokasi anggaran yang sangat besar dari pemerintah. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat banyaknya lembaga pendidikan yang dikelola oleh organisasi masyarakat (ormas) seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Lembaga-lembaga ini memiliki peran vital dalam menyediakan akses pendidikan bagi masyarakat luas. Sarmuji khawatir bahwa pemenuhan kewajiban pembiayaan pendidikan swasta secara penuh dapat menguras sumber daya negara dan berpotensi menghambat program-program pembangunan lainnya.

Sarmuji juga menyoroti potensi dampak negatif putusan MK terhadap partisipasi aktif masyarakat dalam dunia pendidikan. Selama ini, ormas dan berbagai elemen masyarakat telah berperan penting dalam mendirikan dan mengelola sekolah-sekolah berkualitas. Ia khawatir bahwa dengan adanya jaminan pembiayaan penuh dari negara, semangat gotong royong dan inisiatif masyarakat untuk berkontribusi dalam dunia pendidikan dapat meredup.

"Yang paling berbahaya menurut saya, kita khawatirkan justru itu mematikan partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan. Padahal partisipasi masyarakat itu sangat penting di dalam dunia pendidikan," ungkap Sarmuji di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).

Sarmuji menekankan bahwa partisipasi masyarakat telah menjadi pilar penting dalam kemajuan pendidikan di Indonesia, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Ia mencontohkan bagaimana banyak sekolah unggulan lahir berkat dukungan dan keterlibatan aktif masyarakat.

Oleh karena itu, Sarmuji mengimbau MK untuk mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari setiap putusan yang diambil. Ia menyadari bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, namun ia berharap agar MK dapat lebih cermat dalam menimbang berbagai aspek sebelum mengambil keputusan yang dapat memengaruhi kebijakan publik secara signifikan.

Putusan MK yang dimaksud adalah terkait dengan gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut dan memerintahkan negara untuk menggratiskan biaya pendidikan pada jenjang SD dan SMP, termasuk di sekolah swasta. MK berpendapat bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam UU Sisdiknas selama ini hanya berlaku untuk sekolah negeri, sehingga menimbulkan diskriminasi terhadap siswa yang bersekolah di swasta.

MK berpandangan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa terhambat oleh faktor ekonomi. Oleh karena itu, negara wajib menjamin ketersediaan akses pendidikan yang setara bagi seluruh warga negara, tanpa memandang status sekolah (negeri atau swasta).

  • Putusan MK sejalan dengan standar hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara internasional.
  • Negara memiliki kewajiban untuk memastikan tidak adanya peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
  • Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).

Namun, Sarmuji menekankan bahwa implementasi putusan ini membutuhkan perencanaan yang matang dan alokasi anggaran yang tepat agar tidak justru menimbulkan masalah baru dalam sistem pendidikan nasional.