Pemerintah Pusat dan Daerah Bersiap Laksanakan Putusan MK tentang Pendidikan Dasar Gratis di Sekolah Negeri dan Swasta

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang mewajibkan pemerintah untuk menyediakan pendidikan dasar gratis selama 9 tahun, mencakup Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), baik di sekolah negeri maupun swasta. Putusan ini disambut dengan persiapan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta pemerintah daerah.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan pengkajian internal terkait implikasi putusan MK tersebut. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa Kemendikbudristek akan menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto sebelum mengambil langkah-langkah konkret. Pernyataan ini disampaikan usai menghadiri acara public hearing di Jakarta Pusat.

Fajar Riza Ul Haq menekankan bahwa implementasi putusan MK ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah. Menurutnya, pengelolaan pendidikan dasar, khususnya SD dan SMP, merupakan kewenangan pemerintah daerah, baik di tingkat kota maupun kabupaten. Oleh karena itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan pendidikan dasar gratis ini.

Putusan MK ini sendiri merupakan respons terhadap gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Majelis hakim MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut dan menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jika tidak dimaknai bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa frasa 'wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya' dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang hanya berlaku untuk sekolah negeri dapat menimbulkan kesenjangan. Keterbatasan daya tampung sekolah negeri memaksa sebagian peserta didik untuk bersekolah di sekolah swasta, yang berimplikasi pada biaya pendidikan yang lebih tinggi.

Data tahun ajaran 2023/2024 menunjukkan bahwa sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Pada jenjang SMP, sekolah negeri menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa. Selisih angka ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang bergantung pada sekolah swasta untuk mendapatkan pendidikan dasar.

MK berpandangan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhalang memperoleh pendidikan dasar karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan. Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" harus dimaknai secara luas, mencakup seluruh peserta didik yang mengikuti pendidikan dasar, tanpa memandang status sekolah (negeri atau swasta). Putusan ini diharapkan dapat mewujudkan pemerataan akses pendidikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.