Industri Perhotelan dan Restoran Jakarta di Ujung Tanduk: Gelombang PHK Mengintai Akibat Tekanan Ekonomi
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) membayangi industri perhotelan dan restoran di Jakarta. Survei terbaru mengungkap, sekitar 70% pengelola hotel dan restoran di Ibu Kota berpotensi merumahkan karyawannya. Tekanan ekonomi yang menghantam sektor ini dipicu oleh kombinasi berbagai faktor, mulai dari merosotnya tingkat kunjungan, membengkaknya biaya operasional, hingga imbas kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti kebijakan efisiensi anggaran sebagai pemicu utama. Anindya Novyan Bakrie, Ketua Umum Kadin Indonesia, menjelaskan bahwa efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah, meskipun bertujuan untuk mengalokasikan dana ke sektor yang lebih produktif, justru memukul sektor perhotelan dan restoran. Kebijakan ini berdampak pada penurunan drastis kunjungan, yang berimbas langsung pada pendapatan hotel dan restoran. Kadin telah berdiskusi dengan sejumlah tokoh pengusaha yang mengamini adanya tekanan terhadap sektor ini.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta juga mengamini kondisi tersebut. Survei PHRI menunjukkan penurunan signifikan pada tingkat hunian hotel. Ketua BPD PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengungkapkan bahwa penurunan terbesar berasal dari segmen pasar pemerintah, sejalan dengan kebijakan pengetatan anggaran. Selain itu, industri hotel di Jakarta sangat bergantung pada wisatawan domestik, dengan kontribusi wisatawan mancanegara yang relatif kecil.
Selain penurunan pendapatan, pelaku usaha juga terbebani oleh lonjakan biaya operasional. Tarif air dan gas mengalami kenaikan signifikan, diperparah dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Kondisi ini membuat pelaku usaha terpaksa mengambil langkah-langkah antisipatif, termasuk pengurangan tenaga kerja. Survei PHRI menunjukkan bahwa sebagian besar responden berencana mengurangi karyawan jika kondisi ini terus berlanjut, dengan pengurangan yang diperkirakan mencapai 10 hingga 30 persen.
Pelaku usaha juga mengeluhkan kompleksitas regulasi yang menambah beban operasional. Banyaknya jenis izin yang harus dipenuhi, proses birokrasi yang panjang, dan biaya yang tidak transparan dinilai menghambat kelangsungan usaha. PHRI telah mengajukan sejumlah usulan kepada pemerintah, termasuk pelonggaran anggaran untuk perjalanan dinas, peningkatan promosi pariwisata, penertiban akomodasi ilegal, peninjauan kembali tarif air dan gas industri, serta penyederhanaan proses perizinan.
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa pemerintah menyadari realitas ini dan tengah menyiapkan solusi. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) menjadi bagian dari solusi jangka menengah. Pemerintah juga tengah menyiapkan Satuan Tugas PHK yang akan bekerja dari hulu ke hilir.
Sektor akomodasi serta makanan dan minuman di Jakarta memiliki peran strategis dalam perekonomian daerah. Sektor ini menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Penurunan kinerja sektor ini tidak hanya berdampak pada pekerja langsung, tetapi juga pada pelaku UMKM, petani, pemasok logistik, hingga seniman dan budayawan yang tergabung dalam ekosistem industri pariwisata.