Lee Jae Myung Memimpin Jajak Pendapat Pilpres Korsel di Tengah Turbulensi Politik

Korea Selatan bersiap untuk pemilihan presiden yang dipercepat pada 3 Juni 2025, sebuah peristiwa yang dipicu oleh gejolak politik belum pernah terjadi sebelumnya. Pemilu ini dipicu setelah pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol. Figur dari Partai Demokrat, Lee Jae Myung, muncul sebagai kandidat terdepan, menurut jajak pendapat terbaru.

Survei yang dilakukan oleh Gallup Korea menunjukkan bahwa Lee Jae Myung memperoleh dukungan signifikan sebesar 49%. Dukungan ini menempatkannya jauh di depan pesaing terdekatnya, Kim Moon Soo dari Partai Kekuatan Rakyat, yang meraih 35% suara. Hasil survei ini mengindikasikan keunggulan Lee terpaut 14 poin persentase dari pesaingnya.

Pemilihan presiden dipercepat sebagai konsekuensi dari keputusan Mahkamah Konstitusi yang memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol pada bulan April 2025. Pemakzulan tersebut merupakan dampak dari tindakan Yoon sebelumnya, yaitu upaya memberlakukan darurat militer pada Desember 2024. Tindakan ini memicu kekacauan politik yang meluas, sehingga memaksa penyelenggaraan pemilihan umum lebih awal.

Partai Demokrat telah secara resmi mencalonkan Lee Jae Myung sebagai kandidat utama mereka. Sementara itu, Partai Kekuatan Rakyat mengusung Kim Moon Soo, yang sebelumnya berafiliasi dengan partai yang sama dengan Yoon. Sejak dimulainya masa kampanye pada 12 Mei 2025, popularitas Lee terus meningkat. Pada satu titik, selisih dukungan antara Lee dan pesaingnya mencapai 20 poin persentase.

Lee Jae Myung, seorang mantan gubernur, sebelumnya ikut dalam pemilihan presiden tahun 2022, di mana ia kalah tipis dari Yoon dengan selisih hanya 0,7% suara. Pada Januari 2024, Lee menjadi korban penyerangan saat mengunjungi lokasi konstruksi di Pulau Gadeok, Busan. Kendati mengalami insiden tersebut, Lee tetap bersemangat untuk kembali mencalonkan diri.

Lee dikenal sebagai sosok yang vokal, anti-elitis, dan populer di kalangan kelas pekerja. Ia berjanji untuk mewujudkan "Republik Korea yang sesungguhnya" dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja dan keadilan sosial. Selain itu, Lee mengadvokasi kebijakan fiskal yang aktif dan berkomitmen untuk mengadili mereka yang terlibat dalam manuver militer darurat selama pemerintahan Yoon.

Kim Moon Soo, pesaing dari kubu konservatif, berupaya menampilkan dirinya sebagai kandidat yang fokus pada ekonomi. Mantan menteri ketenagakerjaan ini mengkritik proses pemakzulan Yoon dan berjanji untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif.

Lee Jun Seok dari Partai Reformasi Baru berada di posisi ketiga dengan dukungan 11%, menurut Gallup Korea. Kim Moon Soo sempat menjajaki kemungkinan koalisi dengan Lee Jun Seok untuk memperluas basis dukungan, tetapi upaya ini belum membuahkan hasil yang signifikan.

Di tengah meningkatnya elektabilitas Lee Jae Myung, Partai Demokrat menghadapi tantangan internal. Mantan Perdana Menteri Lee Nak Yon, yang mewakili faksi minoritas partai, secara mengejutkan menyatakan dukungan kepada Kim Moon Soo. Ia menyatakan kekhawatiran bahwa jika Lee Jae Myung memimpin dengan dukungan mayoritas mutlak, potensi penyalahgunaan kekuasaan dapat terjadi.

Terlepas dari tantangan internal ini, banyak analis politik percaya bahwa peluang kemenangan Lee Jae Myung masih sangat besar. Choi Jin, Direktur Institut Kepemimpinan Presiden di Seoul, menyatakan, "Tampaknya hampir mustahil pada titik ini bahwa (Lee) akan membuat kesalahan fatal atau (Kim) akan melakukan sesuatu yang akan menyentuh hati seluruh negeri."

Jajak pendapat terbaru ini merupakan salah satu survei terakhir sebelum dimulainya periode larangan publikasi jajak pendapat selama sepekan, sesuai dengan peraturan hukum pemilu Korea Selatan. Periode larangan ini mulai berlaku pada hari Rabu.