Rusia Ajukan Proposal Perundingan Damai, Ukraina Menuntut Kejelasan Persyaratan

Negosiasi Damai Rusia-Ukraina: Harapan dan Tantangan di Tengah Konflik yang Berlangsung

Upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina memasuki babak baru dengan usulan perundingan damai yang diajukan oleh Rusia. Moskow menyatakan kesiapannya untuk melakukan perundingan di Istanbul pada pekan mendatang, dengan harapan dapat mencapai penyelesaian damai. Namun, Ukraina merespons dengan hati-hati, menekankan perlunya meninjau secara seksama proposal Rusia sebelum menyetujui pertemuan tersebut.

Ketegangan tetap tinggi di tengah upaya diplomatik ini. Moskow terus menolak seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat dan belum menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi tuntutan maksimalisnya. Sementara itu, Ukraina bersikeras bahwa Rusia harus mengajukan persyaratan perdamaian yang konkret untuk dipertimbangkan. Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, menyatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan persyaratan perdamaian kepada Rusia dan mengharapkan hal yang sama dari pihak Moskow. Umerov menekankan pentingnya diplomasi yang substantif dan berharap pertemuan berikutnya akan membuahkan hasil nyata.

Tantangan di Meja Perundingan

Perundingan sebelumnya antara kedua belah pihak di Istanbul pada 16 Mei lalu gagal menghasilkan terobosan signifikan. Meskipun pertemuan tersebut merupakan perundingan langsung pertama dalam lebih dari tiga tahun, perbedaan mendasar antara kedua pihak tetap menjadi penghalang utama. Rusia kini berjanji untuk menyampaikan "memorandum" yang menguraikan persyaratan perdamaiannya pada perundingan mendatang, yang dijadwalkan pada Senin, 2 Juni. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, telah memberi pengarahan kepada mitranya dari AS, Marco Rubio, tentang proposal tersebut, menunjukkan upaya Rusia untuk mendapatkan dukungan internasional.

Namun, keraguan tetap ada. Ukraina menuntut kejelasan dan substansi dalam proposal Rusia, sementara Moskow terus melancarkan serangan militer. Presiden AS, Donald Trump, yang sebelumnya telah mendorong kesepakatan damai, dilaporkan semakin frustrasi dengan penundaan yang tampak dari Rusia. Trump memperingatkan bahwa ia akan mengevaluasi keseriusan Vladimir Putin dalam mengakhiri pertempuran dalam waktu sekitar dua minggu.

Situasi di Medan Perang

Di tengah upaya diplomatik yang sedang berlangsung, situasi di medan perang tetap tegang. Kedua belah pihak telah saling melancarkan serangan udara besar-besaran dalam beberapa minggu terakhir. Ukraina melepaskan salah satu serangan pesawat tak berawak terbesarnya ke Rusia, sementara Moskow menggempur Ukraina dengan serangan mematikan. Serangan-serangan ini menunjukkan bahwa meskipun ada pembicaraan tentang perdamaian, konflik di lapangan masih jauh dari selesai.

Presiden Ukraina, Zelensky, menuduh Rusia menunda proses perdamaian dan tidak memiliki keinginan untuk menghentikan serangannya. Ia menyatakan bahwa Rusia akan terus mencari alasan untuk tidak mengakhiri perang. Sementara itu, di medan perang, Zelensky mengatakan bahwa Rusia "mengumpulkan" lebih dari 50.000 tentara di garis depan di sekitar wilayah perbatasan Sumy, tempat tentara Rusia telah merebut sejumlah permukiman dalam upaya untuk membangun "zona penyangga" di dalam wilayah Ukraina.

Persyaratan yang Bertentangan

Sebagai imbalan atas perdamaian, Rusia menuntut Ukraina untuk menghentikan ambisinya untuk bergabung dengan NATO serta menyerahkan wilayah yang telah dikuasainya. Usulan ini, yang oleh Ukraina disebut tidak dapat diterima, menyoroti perbedaan mendasar antara kedua pihak dan tantangan besar yang dihadapi dalam mencapai kesepakatan damai.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa upaya untuk mencapai perdamaian antara Rusia dan Ukraina masih jauh dari selesai. Sementara Rusia mengusulkan perundingan baru, Ukraina menuntut kejelasan persyaratan dan di tengah situasi di medan perang yang memanas, prospek perdamaian tetap tidak pasti.