Indonesia Stop Impor Beras dan Jagung, Surplus Produksi Jadi Alasan Utama

Indonesia Hentikan Impor Beras dan Jagung: Surplus Produksi Jadi Landasan Kebijakan

Pemerintah Indonesia mengambil langkah signifikan dalam kebijakan pangan nasional dengan menghentikan impor beras dan jagung. Keputusan ini didasari oleh peningkatan signifikan dalam produksi dalam negeri, khususnya untuk kedua komoditas tersebut. Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, mengungkapkan bahwa produksi beras mengalami lonjakan sebesar 51%, sementara jagung meningkat 39% pada musim panen terkini.

Kebijakan untuk tidak mengimpor beras didasarkan pada proyeksi cadangan beras nasional yang melimpah. Menurut Sudaryono, per Mei 2025, Indonesia diperkirakan memiliki cadangan beras mencapai 4 juta ton. Jumlah ini dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga impor tidak diperlukan.

"Indonesia tidak impor beras, insyaallah tidak. Dan karena sampai dengan bulan Mei ini kita tidak impor beras, harga beras dunia harganya jatuh, jauh lebih murah ya," ujar Sudaryono dalam acara Public Hiring di Movenpick Hotel, Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Keputusan Indonesia untuk tidak melakukan impor beras juga berdampak pada pasar global. Sudaryono mengklaim bahwa harga beras dunia mengalami penurunan signifikan, dari US$ 700 per ton menjadi sekitar US$ 400 per ton, sebagai akibat dari kebijakan ini.

Selain beras, pemerintah juga memutuskan untuk menghentikan impor jagung. Bahkan, Indonesia berencana untuk menjadi negara pengekspor jagung.

"Tadi pagi kami rapat dengan Gubernur Gorontalo, beberapa daerah sentra jagung ini kemungkinan akan kita ekspor. Jadi kita jadi ekspor jagung, bukan impor lagi," jelasnya.

Sudaryono juga menegaskan komitmen pemerintah untuk tidak mengimpor gula konsumsi. Ia optimis bahwa Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dalam lima tahun mendatang.

"Dalam lima tahun ini kita sudah jelas, jadi setelah kita swasembada apa yang kita makan, maka berikutnya adalah kita mengurangi ketergantungan impor, impor komoditi yang biasanya kita impor dalam jumlah besar," tutupnya.

Rencana Ekspor Jagung

Lebih lanjut, Wamentan Sudaryono menyoroti potensi ekspor jagung dari beberapa daerah sentra produksi, salah satunya adalah Gorontalo. Pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi untuk memfasilitasi ekspor jagung. Langkah ini bukan hanya memenuhi kebutuhan pasar domestik tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap devisa negara. Selain itu, ekspor jagung dapat memberikan insentif bagi petani lokal untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen mereka.

Target Swasembada Gula dan Komoditas Lainnya

Ambisi swasembada pangan Indonesia tidak berhenti pada beras dan jagung. Pemerintah juga memiliki target untuk mencapai swasembada gula dalam lima tahun ke depan. Upaya ini melibatkan peningkatan produktivitas lahan, penggunaan teknologi pertanian modern, serta dukungan kepada petani tebu. Pemerintah juga berfokus pada pengurangan ketergantungan impor komoditas lain yang selama ini menjadi beban neraca perdagangan.

Dampak Positif Bagi Petani Lokal

Keputusan untuk menghentikan impor beras dan jagung diharapkan memberikan dampak positif bagi petani lokal. Dengan berkurangnya pasokan impor, harga jual hasil panen petani diharapkan dapat meningkat, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Pemerintah juga berkomitmen untuk memberikan dukungan berupa subsidi pupuk, pelatihan, dan akses ke teknologi pertanian modern untuk membantu petani meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen.

Kebijakan ini juga sejalan dengan visi pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Dengan swasembada pangan, Indonesia dapat lebih mandiri dan memiliki posisi tawar yang lebih kuat di pasar global.