KPK Menelusuri Dugaan Aliran Dana Ilegal dalam Kasus Korupsi Izin TKA di Kemenaker

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait pengurusan izin penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Fokus penyidikan kali ini adalah menelusuri aliran dana yang diduga berasal dari agen-agen TKA dan mengalir ke oknum pejabat di Kemenaker.

Pada hari Rabu, 28 Mei 2025, KPK memeriksa tiga pegawai Kemenaker sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Ketiga saksi tersebut adalah:

  • M Ariswan Fauzi, Staf Tata Usaha Direktorat PPTKA Kemenaker periode 2016-2025.
  • Adhitya Narrotama, Pengantar Kerja Ahli Muda Kementerian Tenaga Kerja.
  • Angga Erlatna, Pengantar Kerja Ahli Muda Kementerian Tenaga Kerja.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap para saksi bertujuan untuk mendalami dugaan aliran uang dari agen TKA serta proses verifikasi dokumen izin TKA yang dilakukan oleh Kemenaker. KPK ingin memastikan apakah ada praktik suap atau pemerasan dalam proses perizinan tersebut.

Sebelumnya, pada Jumat, 23 Mei 2025, KPK juga telah memeriksa dua mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK) Kemenaker, yaitu Suhartono (Dirjen Binapenta & PKK Kemenaker 2020-2023) dan Haryanto (Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025). Selain itu, KPK juga memeriksa Wisnu Pramono (Direktur PPTKA Kemenaker tahun 2017-2019) dan Devi Angraeni (Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2024-2025).

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat Ditjen Binapenta dan PKK Kemenaker terhadap calon pekerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Para pejabat tersebut diduga memungut sejumlah uang dari para calon pekerja asing sebagai imbalan untuk mempermudah proses perizinan mereka. KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 12e dan atau Pasal 12 B terkait pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

KPK terus berupaya mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini dan mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk membawa mereka ke pengadilan. Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut kepentingan banyak orang dan dapat merusak citra pemerintah di mata investor asing.