Survei Global Ungkap Keterjangkauan Rumah di Indonesia Menempati Posisi Empat Terbawah

Akses Kepemilikan Rumah di Indonesia: Tantangan Keterjangkauan

Keterjangkauan kepemilikan rumah menjadi isu krusial di berbagai negara, termasuk Indonesia. Harga properti yang terus meningkat seringkali menjadi penghalang utama bagi masyarakat untuk memiliki hunian sendiri. Sebuah studi terbaru menyoroti tantangan ini, menempatkan Indonesia pada peringkat yang mengkhawatirkan dalam hal keterjangkauan rumah.

BestBrokers, sebuah platform trading, melakukan riset komprehensif untuk mengukur dan membandingkan harga rumah di 62 negara di seluruh dunia. Studi ini tidak hanya mempertimbangkan harga properti per meter persegi, tetapi juga memperhitungkan pendapatan rata-rata masyarakat di masing-masing negara. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai seberapa sulit atau mudahnya bagi warga negara untuk membeli rumah.

Data harga rumah diperoleh dari Numbeo per 10 September 2024, yang dinyatakan dalam dolar AS per meter persegi. Sementara itu, data pendapatan dikumpulkan dari berbagai sumber untuk memastikan representasi yang komprehensif. Setelah mengkalkulasi rasio antara harga rumah dan pendapatan tahunan rata-rata, studi ini menemukan bahwa negara-negara dengan ekonomi yang lebih kecil seringkali menghadapi masalah keterjangkauan yang lebih besar.

Posisi Indonesia dalam Peta Keterjangkauan Rumah Global

Hasil riset BestBrokers menempatkan Indonesia pada peringkat keempat sebagai negara dengan keterjangkauan rumah terendah. Dengan harga rumah rata-rata US$ 1.111,92 (sekitar Rp 18,1 juta) per meter persegi dan pendapatan tahunan rata-rata US$ 2.299,67 (sekitar Rp 37,5 juta), rasio harga rumah terhadap pendapatan di Indonesia mencapai 48,35 persen. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan masyarakat Indonesia harus dialokasikan untuk membeli rumah, menjadikannya sebagai beban finansial yang signifikan.

Negara dengan keterjangkauan rumah terendah adalah Turki, dengan rasio harga rumah terhadap pendapatan mencapai 81,45 persen. Tingkat inflasi yang sangat tinggi di Turki menjadi faktor utama yang menyebabkan situasi ini. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) justru menempati peringkat kedua sebagai negara dengan keterjangkauan rumah tertinggi, setelah Afrika Selatan. Rasio harga rumah terhadap pendapatan di AS hanya 6,5 persen, berkat gaji tahunan rata-rata yang tinggi.

Berikut adalah daftar 10 negara dengan tingkat keterjangkauan rumah terendah menurut laporan BestBrokers:

  • Turki: Harga rumah Rp 39,3 juta/m², pendapatan Rp 48,3 juta/tahun, rasio 81,45%
  • Nepal: Harga rumah Rp 23,7 juta/m², pendapatan Rp 40,1 juta/tahun, rasio 59,04%
  • India: Harga rumah Rp 23,2 juta/m², pendapatan Rp 46,5 juta/tahun, rasio 49,86%
  • Indonesia: Harga rumah Rp 18,1 juta/m², pendapatan Rp 37,5 juta/tahun, rasio 48,35%
  • Armenia: Harga rumah Rp 45,8 juta/m², pendapatan Rp 99,3 juta/tahun, rasio 46,12%
  • Korea Selatan: Harga rumah Rp 168,2 juta/m², pendapatan Rp 434,6 juta/tahun, rasio 38,71%
  • Peru: Harga rumah Rp 25,8 juta/m², pendapatan Rp 78,3 juta/tahun, rasio 33,01%
  • Republik Dominika: Harga rumah Rp 22,3 juta/m², pendapatan Rp 76,9 juta/tahun, rasio 29,06%
  • Brasil: Harga rumah Rp 22,5 juta/m², pendapatan Rp 80,2 juta/tahun, rasio 28,10%
  • Chile: Harga rumah Rp 37,2 juta/m², pendapatan Rp 132,8 juta/tahun, rasio 28,01%

Studi ini memberikan wawasan penting mengenai tantangan keterjangkauan rumah yang dihadapi oleh masyarakat di berbagai negara. Di Indonesia, temuan ini menggarisbawahi perlunya upaya bersama dari pemerintah, pengembang, dan lembaga keuangan untuk menciptakan solusi yang lebih inovatif dan terjangkau bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah.