Bahasa Eufemisme Suburkan Korupsi di Indonesia: Studi Indeks Persepsi Korupsi 2024
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024, yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) pada 11 Februari 2025, menyoroti hubungan erat antara korupsi, demokrasi, dan krisis lingkungan. Hasil survei yang melibatkan para pelaku bisnis dan pakar di 180 negara menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam memerangi korupsi.
Dengan skor IPK 37 dari 100, Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat korupsi yang mengkhawatirkan. Posisi ini menempatkan Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Timor Leste, dan Vietnam dalam peringkat negara-negara ASEAN. Skor IPK yang rendah ini mengindikasikan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih jauh dari harapan.
Salah satu faktor yang melanggengkan praktik korupsi di Indonesia adalah penggunaan bahasa yang ambigu dan eufemisme oleh para elit dan kelompok masyarakat tertentu. Ambiguitas ini menciptakan celah bagi tindakan koruptif dan mempersulit upaya penegakan hukum.
Akademisi Copenhagen Business School, Hans Krause Hansen, menjelaskan bahwa ambiguitas seringkali menjadi akar penyebab korupsi. Banyak kasus korupsi yang terinstitusionalisasi beroperasi di zona abu-abu, di mana terdapat ketidaksesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Survei Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 mengungkapkan bahwa suap masih menjadi masalah serius dalam mengakses layanan publik di Indonesia, seperti kepolisian, urusan kependudukan, dan sekolah. Sebanyak 30 persen responden mengaku pernah memberikan suap kepada aparat negara dalam 12 bulan terakhir.
Beberapa kasus korupsi besar di Indonesia juga melibatkan penggunaan istilah-istilah ambigu sebagai kode untuk menyamarkan praktik korupsi. Contohnya, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nazaruddin Syamsuddin menggunakan istilah "Dana Taktis" untuk menutupi praktik pemerasan terhadap rekanan pengadaan barang guna menyuap berbagai pihak.
Rafael Alun, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar dengan menggunakan istilah seperti "Marketing Fee", "Dana Taktis", dan "Dana Operasional". Direksi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bahkan menggunakan istilah "Uang Zakat" sebagai kode untuk uang suap dari para debitur.
Istilah-istilah seperti "Biaya Tidak Terduga" dan "Biaya Koordinasi" juga sering digunakan oleh organisasi masyarakat (ormas) dan karang taruna untuk meminta sejumlah uang dari para pengusaha.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Zainal Arifin Mochtar, menekankan pentingnya kemauan dari semua pihak untuk memberantas korupsi di Indonesia. Menurutnya, masalah terbesar bukan pada kemampuan menegakkan hukum, melainkan pada kemauan untuk menjaga integritas dan menahan diri dari korupsi.
Zainal mencontohkan bahwa banyak orang lebih memilih memberikan suap dalam kasus tilang daripada menghadapi konsekuensi hukum yang lebih berat. Hal ini menunjukkan bahwa budaya korupsi telah mengakar dalam masyarakat Indonesia.
Penggunaan bahasa yang ambigu tidak hanya menjadi pangkal korupsi, tetapi juga dapat merugikan perusahaan dalam konteks bisnis. Pada awal 2018, Oakhurst Dairy, sebuah perusahaan susu di Amerika Serikat, harus membayar kerugian lima juta dollar AS karena hilangnya tanda koma dalam undang-undang yang mengatur pembayaran lembur.
Tiga supir truk dari Oakhurst Dairy mengklaim bahwa mereka berhak atas upah lembur yang belum dibayar. Mereka berargumen bahwa ketiadaan tanda koma setelah kata "pengiriman" dan sebelum "atau distribusi" membuat mereka berhak atas uang lembur.
Pengadilan Banding Amerika Serikat akhirnya memutuskan bahwa Oakhurst Dairy harus membayarkan hak uang lembur kepada 120 supir truk yang menang atas tuntutan mereka. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kejelasan dan ketelitian dalam penulisan, baik dalam konteks hukum maupun bisnis.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menekankan pentingnya transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran dalam komunikasi. Kejelasan adalah kunci dari akuntabilitas, yang berarti bahwa pengelolaan perusahaan harus dilaksanakan secara efektif.
Dengan menulis secara jelas, mudah dipahami, dan menggunakan diksi atau istilah yang spesifik, para praktisi komunikasi, pelaku bisnis, dan pejabat sedang berusaha mengamalkan prinsip komunikasi sesuai undang-undang, yaitu menerapkan prinsip akuntabilitas.
Kasus Oakhurst Dairy telah membuktikan bahwa penulisan yang ambigu dapat merugikan perusahaan hingga jutaan dollar AS. Namun, para elite dan beberapa unsur masyarakat masih menggunakan istilah-istilah ambigu seperti "Dana Koordinasi" dan "Dana Taktis" untuk menutupi praktik korupsi.
Prof. Zaenal menekankan bahwa untuk menjadi penulis, pejabat, atau pemimpin yang memiliki integritas dan akuntabilitas, harus dimulai dari keinginan diri yang kuat, diiringi konsistensi penerapan dalam setiap pekerjaan mereka.
Menjauhi Ambiguitas, Mengamalkan UU Prinsip komunikasi menurut UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), mencakup lima aspek utama, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Definisi aspek akuntabilitas adalah fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Kata ‘kejelasan’ di sini adalah kunci.
Dengan menulis secara jelas, mudah dipahami, menggunakan diksi atau istilah membumi yang spesifik, artinya para praktisi komunikasi, pelaku bisnis, dan pejabat sedang berusaha mengamalkan prinsip komunikasi sesuai undang-undang dalam bekerja, yaitu menerapkan prinsip akuntabilitas. Penulisan yang ambigu telah terbukti secara empiris merugikan perusahaan hingga jutaan dollar AS, seperti kasus Oakhurst Dairy. Namun, para elite dan beberapa unsur masyarakat masih memadu kasih, bermesraan dengan kata-kata, seperti “Dana Koordinasi”, “Dana Taktis”, serta diksi ambigu lainnya—penuhi keserakahannya. Mengamini Prof. Zaenal, untuk menjadi penulis, pejabat, atau pemimpin yang memiliki integritas dan akuntabilitas harus dimulai dari keinginan diri yang kuat, diiringi konsistensi penerapan dalam setiap pekerjaan mereka.