Transformasi Layanan Haji 2025: Sistem Syarikah Hadapi Tantangan Koordinasi

Perubahan signifikan tengah berlangsung dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Sistem layanan haji bertransformasi dengan mengadopsi model syarikah, sebuah langkah yang mengikuti kebijakan pemerintah Arab Saudi sejak tahun 2022. Sistem ini menggantikan pendekatan berbasis muasasah, yang sebelumnya mengelompokkan jemaah berdasarkan wilayah geografis, menjadi sistem yang mengandalkan perusahaan penyedia layanan profesional.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menekankan bahwa transformasi layanan haji melalui delapan syarikah pada tahun 2025 harus menjamin standar pelayanan yang seragam bagi seluruh jemaah. Tujuan utama dari perubahan ini adalah meningkatkan kenyamanan dan kualitas pengalaman beribadah bagi para jemaah haji.

Tahun ini, delapan syarikah ditunjuk untuk melayani jemaah haji Indonesia, yaitu Al-Bait Guests, Rakeen Mashariq, Sana Mashariq, Rehlat & Manafea, Al Rifadah, Rawaf Mina, MCDC, dan Rifad. Sistem syarikah ini diharapkan dapat mendorong profesionalisme dan meningkatkan kualitas layanan melalui kompetisi antar perusahaan swasta di Arab Saudi.

Namun, perubahan ini juga menghadirkan tantangan. Abidin Fikri menyoroti potensi masalah teknis seperti terpisahnya jemaah dari pendamping, pasangan suami-istri, atau jemaah lansia akibat pembentukan kloter campuran. Kurangnya koordinasi antar syarikah juga menjadi perhatian utama.

"Penerapan sistem 8 syarikah menuntut koordinasi yang solid antar syarikah. Kementerian Agama dan PPIH perlu berkoordinasi secara intensif dengan otoritas Arab Saudi untuk memastikan standar pelayanan yang sama di seluruh syarikah. Hal ini penting agar jemaah tidak mengalami ketidaknyamanan, terutama menjelang puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina," ujar Abidin Fikri.

Abidin Fikri mengapresiasi langkah adaptif yang telah diambil oleh PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji), termasuk penggunaan penandaan warna khusus berdasarkan syarikah untuk mempermudah identifikasi dan evakuasi jemaah. Persiapan fasilitas inklusif, seperti layanan bagi jemaah disabilitas dan kemudahan dalam lontar jumrah, juga mendapatkan apresiasi.

Namun, integrasi kebijakan antar lembaga menjadi krusial. Sinkronisasi data dan pengaturan yang terencana diperlukan untuk mencegah fragmentasi pelayanan. Standar yang sama harus diterapkan oleh setiap syarikah dalam hal akomodasi, transportasi, dan konsumsi.

Sebagai bagian dari Timwas Haji DPR RI, Abidin Fikri menegaskan komitmen untuk mengawasi penyelenggaraan haji 2025. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan kelancaran ibadah haji dan penyelesaian masalah teknis sebelum puncak haji. Sinergi antara Kementerian Agama, Badan Penyelenggara Haji, otoritas Arab Saudi, syarikah, dan petugas haji Indonesia menjadi kunci keberhasilan.

Abidin Fikri berharap bahwa transformasi layanan haji berbasis syarikah akan menjadi langkah maju, bukan justru menjadi beban bagi jemaah. Pihaknya akan terus memastikan bahwa setiap kebijakan sejalan dengan visi pelayanan haji yang inklusif dan bermartabat.

Tantangan Koordinasi dan Standardisasi

Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi kurangnya koordinasi antar syarikah. Jemaah haji Indonesia seringkali berasal dari berbagai daerah dengan kebutuhan dan preferensi yang berbeda. Jika tidak ada koordinasi yang baik antara syarikah yang berbeda, jemaah dapat mengalami kebingungan dan kesulitan dalam mendapatkan layanan yang sesuai.

Selain itu, standardisasi layanan juga menjadi isu penting. Setiap syarikah harus memberikan tingkat layanan yang sama dalam hal akomodasi, transportasi, makanan, dan fasilitas lainnya. Jika ada perbedaan signifikan dalam kualitas layanan antar syarikah, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan jemaah.

Peran Kementerian Agama dan PPIH

Kementerian Agama dan PPIH memegang peranan penting dalam memastikan keberhasilan implementasi sistem syarikah. Mereka bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi dengan otoritas Arab Saudi, syarikah, dan pihak-pihak terkait lainnya. Selain itu, Kementerian Agama dan PPIH juga harus menetapkan standar layanan yang jelas dan memastikan bahwa semua syarikah mematuhi standar tersebut.

Kesiapan Menjelang Puncak Haji

Puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina merupakan periode yang paling intens dan menantang. Kementerian Agama, PPIH, dan syarikah harus memastikan bahwa semua persiapan telah dilakukan dengan matang untuk menghadapi lonjakan jumlah jemaah dan memastikan kelancaran pelaksanaan ibadah.

Inklusivitas dan Aksesibilitas

Penyelenggaraan ibadah haji harus inklusif dan mudah diakses oleh semua jemaah, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus seperti jemaah lansia dan penyandang disabilitas. Kementerian Agama, PPIH, dan syarikah harus menyediakan fasilitas dan layanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan jemaah dengan kebutuhan khusus.

Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan

Setelah pelaksanaan ibadah haji selesai, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi sistem syarikah. Evaluasi ini harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk jemaah haji, Kementerian Agama, PPIH, dan syarikah. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan untuk meningkatkan kualitas layanan haji di masa mendatang.