Sektor Perhotelan Jawa Timur Bertahan di Tengah Kebijakan Efisiensi: Andalkan Libur Panjang dan Event
Sektor perhotelan di Jawa Timur menghadapi tantangan berat akibat kebijakan efisiensi yang diterapkan sejak tahun 2025. Kondisi ini menyebabkan penurunan tingkat hunian kamar (okupansi) hotel secara signifikan, dengan rata-rata okupansi hanya mencapai 40%. Meskipun demikian, industri ini berhasil bertahan berkat adanya libur panjang dan berbagai acara yang diselenggarakan, terutama oleh pemerintah daerah.
Menurut data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, keberlangsungan bisnis hotel di wilayah ini sangat bergantung pada dua faktor utama: penyelenggaraan acara oleh pemerintah dan momentum libur panjang. Ketua PHRI Jawa Timur, Dwi Cahyono, menjelaskan bahwa meskipun kondisi perhotelan di Jawa Timur tidak separah di DKI Jakarta, penurunan okupansi tetap menjadi perhatian utama.
"Efisiensi ini berdampak pada penurunan okupansi, yang saat ini rata-rata berada di angka 40%," ujar Dwi Cahyono.
Penurunan ini mencapai sekitar 15% sejak kebijakan efisiensi diumumkan. Periode Januari hingga Maret menjadi masa-masa sulit bagi perhotelan di Jawa Timur. Faktor utama yang mempengaruhi penurunan ini adalah pengurangan kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) oleh pemerintah. Dampaknya juga dirasakan oleh sektor swasta, meskipun tidak sebesar yang dialami oleh kegiatan pemerintah.
Namun, harapan muncul dengan adanya libur panjang dan berbagai acara. Di Surabaya, misalnya, sejumlah acara yang diselenggarakan pemerintah memberikan dampak positif terhadap tingkat hunian hotel. Acara seperti Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) juga memberikan kontribusi signifikan.
"Libur panjang dan acara-acara di Surabaya, seperti Apeksi, memberikan peningkatan yang lumayan. Ini menjadi stimulus bagi perhotelan," kata Dwi Cahyono.
Ia menambahkan bahwa acara-acara pemerintah memberikan dampak yang signifikan bagi perhotelan. Contoh lainnya adalah Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) di Malang dan Batu, serta berbagai kegiatan lain di Surabaya dan sekitarnya. Rangkaian acara ini membantu menjaga kelangsungan bisnis perhotelan di Jawa Timur.
Meski menghadapi tantangan yang berat, para pelaku bisnis hotel di Jawa Timur hingga saat ini belum melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, beberapa hotel memberlakukan unpaid leave atau cuti tanpa dibayar, yang jumlahnya meningkat sekitar 15%.
"Alhamdulillah, sampai sekarang belum ada laporan PHK. Namun, unpaid leave sudah ada sejak Januari, sekitar 15%. Karyawan masuk sekitar 20 hari dalam sebulan. Saat pandemi, mereka bahkan hanya masuk 10-15 hari. Tujuannya adalah mempertahankan karyawan tanpa harus melakukan PHK," pungkasnya.