Geliat Pasar Properti Jakarta: Sejumlah Hotel Ditawarkan dengan Harga Miring
Kondisi industri perhotelan di Jakarta tengah menghadapi tantangan berat. Penurunan tingkat hunian dan kerugian yang dialami sejumlah hotel mendorong para pemilik untuk melepas aset mereka, bahkan dengan harga yang jauh di bawah pasaran. Fenomena ini terekam dalam berbagai platform jual beli properti daring.
Penelusuran menemukan beberapa properti hotel yang dipasarkan dengan label 'jual cepat' dan 'murah'. Salah satunya adalah hotel yang terletak strategis di kawasan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Bangunan 9 lantai dengan 84 kamar, seluas 3.500 meter persegi di atas lahan 866 meter persegi, ditawarkan dengan harga Rp 92 miliar dan masih terbuka untuk negosiasi. Penawaran ini mencerminkan penurunan harga yang signifikan dari harga awal Rp 103 miliar.
Di kawasan Senen, Jakarta Pusat, sebuah hotel dengan 63 kamar, luas bangunan 3.000 meter persegi dan luas tanah 560 meter persegi, juga mencari pemilik baru dengan harga Rp 47,5 miliar yang juga masih bisa dinegosiasi. Tak jauh dari sana, hotel bintang 3 dengan 88 kamar dan 7 lantai, seluas 4.632 meter persegi di atas lahan 1.867 meter persegi, ditawarkan dengan harga Rp 40 miliar, jauh di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Kondisi serupa juga terjadi di Jakarta Utara. Hotel bintang 2 di kawasan Pademangan, dengan 110 kamar, luas bangunan 6.036 meter persegi dan luas tanah 5.775 meter persegi, dipasarkan dengan harga Rp 50 miliar, jauh di bawah NJOP yang tercatat sebesar Rp 170 miliar. Sementara itu, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, hotel dengan 100 kamar, 9 lantai dan basement, seluas 27.000 meter persegi di atas lahan 3.000 meter persegi, ditawarkan dengan harga Rp 130 miliar.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (PHRI DK Jakarta) mengakui adanya tren penjualan hotel di Jakarta. Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono, menjelaskan bahwa krisis yang melanda industri perhotelan memaksa sejumlah pemilik untuk mengambil langkah tersebut. Meskipun belum ada laporan resmi yang masuk ke PHRI DK Jakarta, indikasi ini terlihat jelas dari banyaknya penawaran gedung hotel di situs jual beli properti daring.
Penurunan tingkat hunian hotel pada triwulan pertama 2025 menjadi salah satu faktor pemicu. Selain itu, pelaku usaha hotel juga harus menghadapi kenaikan biaya operasional, sementara pendapatan dari hunian kamar, ruang pertemuan, dan restoran mengalami penurunan. Survei PHRI DK Jakarta pada April 2025 menunjukkan bahwa 96,7% hotel mengalami penurunan tingkat hunian, yang berdampak pada pengurangan karyawan dan penerapan strategi efisiensi.
Pengetatan anggaran, terutama dari sektor pemerintah yang selama ini menjadi sumber pendapatan penting bagi hotel, turut memperburuk situasi. Kondisi ini memaksa para pemilik hotel untuk mencari solusi alternatif, termasuk menjual aset mereka.