DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Anggaran Pendidikan Pasca Putusan MK tentang Pendidikan Dasar Gratis
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah menanggung biaya pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi X yang membidangi pendidikan, mendesak pemerintah untuk melakukan klasifikasi sekolah swasta dan menghitung ulang kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Wakil Ketua Komisi X DPR, MY Esti Wijayati, menekankan bahwa implementasi kebijakan ini memerlukan pendekatan yang lebih kontekstual. Menurutnya, tidak semua sekolah swasta dapat diperlakukan sama karena perbedaan orientasi, segmen pasar, dan standar kualitas layanan pendidikan.
"Kita harus objektif. Ada sekolah swasta yang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi," ujar Esti dalam keterangan tertulis.
Legislator dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini juga mengingatkan agar implementasi putusan MK tetap memberikan kebebasan kepada sekolah swasta untuk mandiri. "Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas," tambahnya.
Esti menekankan pentingnya klasifikasi sekolah swasta dalam implementasi keputusan MK. Ia meminta pemerintah untuk memfokuskan dukungan kepada sekolah swasta yang berkontribusi membuka akses pendidikan dasar di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), serta di kawasan perkotaan padat yang kekurangan sekolah negeri.
"Yang perlu dihitung adalah berapa anggaran yang dibutuhkan. Termasuk sekolah-sekolah swasta yang perlu diperhitungkan anggaran untuk operasionalnya seperti gaji guru, tenaga kependidikan, fasilitas, dan sebagainya," terangnya. "Khususnya sekolah swasta yang menampung banyak masyarakat kurang mampu, sekolah swasta di daerah 3T, dan lain-lain," imbuhnya.
Esti juga menyoroti perlunya perencanaan anggaran yang matang agar kebijakan baru tetap mengutamakan kualitas pendidikan. Ia meminta pemerintah meninjau ulang struktur alokasi anggaran pendidikan yang selama ini dialokasikan 20% dari APBN.
"Ini saatnya Pemerintah meninjau kembali struktur anggaran. Realokasi anggaran pendidikan yang 20% dari APBN, agar penggunaannya tepat dan sesuai regulasi yang ada," sebut Esti.
Menurutnya, diperlukan perencanaan dan kalkulasi yang matang mengenai anggaran menyusul adanya putusan kewajiban sekolah gratis dari SD sampai SMA. Dengan begitu kebijakan yang hadir benar-benar menjawab kebutuhan riil di lapangan.
"Tidak hanya sekadar memenuhi angka formal, tetapi juga menjamin bahwa seluruh biaya operasional, mulai dari gaji guru, fasilitas, hingga kebutuhan dasar lainnya tetap berjalan, meski diberlakukan kebijakan gratis," ungkapnya.
Komisi X DPR, lanjutnya, akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat. Termasuk mengawal pembahasan anggaran agar kebijakan pendidikan gratis ini berjalan adil dan efisien, tanpa menurunkan kualitas pendidikan nasional.
"Pendidikan gratis adalah tujuan luhur, tetapi harus dibarengi dengan mekanisme pelaksanaan yang cerdas," tutur Esti. "Kualitas pendidikan tidak boleh turun hanya karena kebijakan tidak disertai dengan perencanaan anggaran dan klasifikasi yang matang. Negara wajib hadir dengan solusi, bukan hanya dengan aturan," pungkasnya.
Seperti diketahui, MK mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). MK memerintahkan Pemerintah menggratiskan pendidikan dasar untuk masyarakat di sekolah negeri dan swasta.
Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Putusan dibacakan pada sidang di gedung MK Selasa (27/5).
Dalam putusannya, MK menegaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus menjamin terwujudnya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar secara gratis. Hal itu berlaku untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.