Gudeg Bonggol Gedhang Gunungkidul: Kelezatan Tersembunyi yang Diakui Sebagai Warisan Budaya
Gudeg Bonggol Gedhang: Lebih dari Sekadar Kuliner, Sebuah Warisan
Gudeg bonggol gedhang, hidangan unik dari Gunungkidul, Yogyakarta, kini menjadi sorotan setelah dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Nasional pada tahun 2024. Kuliner tradisional ini bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga cerminan kearifan lokal dan bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Gunungkidul.
Salah satu tokoh yang gigih melestarikan hidangan ini adalah Mei Widiastuti, seorang warga Karangrejek, Wonosari. Dengan penuh semangat, ia terus mempertahankan resep dan cara pembuatan gudeg bonggol gedhang secara tradisional.
Rahasia Kelezatan Bonggol Gedhang
Berbeda dengan gudeg pada umumnya yang terbuat dari nangka muda, gudeg ini menggunakan bonggol pisang kepok. Bagian bonggol yang berada dekat dengan akar pohon pisang ini diyakini memiliki tekstur dan rasa yang khas. Mei menjelaskan bahwa penggunaan jenis pisang lain akan menghasilkan rasa pahit dan getah yang tidak sedap. Pisang kepok memberikan tekstur empuk dan rasa yang lebih nikmat.
Proses pembuatannya pun memerlukan ketelitian. Bonggol pisang dibersihkan secara seksama, dirajang tipis, lalu direbus untuk menghilangkan getahnya. Setelah direbus, bonggol pisang dicuci kembali dan diperas untuk mengurangi kadar airnya. Proses ini penting untuk memastikan rasa gudeg yang optimal.
Bumbu Tradisional dan Sentuhan Personal
Bumbu yang digunakan dalam gudeg bonggol gedhang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bumbu gudeg pada umumnya. Bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, daun salam, gula merah, daun jati, santan, garam, gula pasir, dan penyedap rasa menjadi komposisi wajib. Namun, keahlian dalam menakar dan meracik bumbu inilah yang membedakan setiap pembuat gudeg.
Mei menjelaskan bahwa lama waktu memasak akan memengaruhi tekstur dan rasa akhir gudeg. Jika menginginkan gudeg basah dengan kuah yang melimpah, waktu memasak relatif singkat. Sebaliknya, untuk gudeg kering, santan dimasak hingga airnya menyusut, menghasilkan rasa yang lebih kuat dan tekstur yang lebih padat. Semakin lama dimasak, bumbu akan semakin meresap dan menghasilkan rasa yang lebih kaya.
Sajian Istimewa dan Nilai Budaya
Gudeg bonggol gedhang biasanya disajikan dengan nasi, sayur lombok, dan opor ayam kampung. Kombinasi rasa manis, pedas, dan gurih menciptakan harmoni yang menggugah selera. Lebih dari sekadar hidangan lezat, gudeg ini juga memiliki nilai budaya yang mendalam.
Menurut Mei, gudeg bonggol gedhang seringkali disajikan dalam acara pernikahan atau syukuran. Hidangan ini menjadi bagian dari tradisi 'rewang', yaitu gotong royong membantu tetangga atau keluarga yang sedang mengadakan hajatan. Menyajikan gudeg bonggol gedhang adalah bentuk apresiasi dan ucapan terima kasih kepada mereka yang telah membantu.
Pengakuan dan Harapan
Penetapan gudeg bonggol gedhang sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional menjadi angin segar bagi para pelestari kuliner tradisional. Pengakuan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa. Diharapkan pula, generasi muda semakin tertarik untuk mempelajari dan meneruskan tradisi pembuatan gudeg bonggol gedhang, sehingga hidangan ini tidak hanya menjadi kenangan, tetapi tetap hidup dan berkembang di masa depan.
Sebelumnya, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, telah menyerahkan sertifikat WBTb kepada perwakilan dari berbagai kabupaten/kota di DIY, termasuk Kabupaten Gunungkidul yang menerima penghargaan untuk gudeg bonggol gedhang dan tiga karya budaya lainnya.