Industri Perhotelan Terancam Gelombang PHK, Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) tengah menyusun langkah-langkah mitigasi untuk menghadapi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang membayangi sektor perhotelan. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap penurunan tingkat hunian hotel akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyatakan bahwa pihaknya menyadari realitas ancaman PHK ini dan berupaya menyikapinya dengan serius. Kemnaker telah menyiapkan sejumlah program dan fasilitas, termasuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), program pelatihan dan peningkatan kompetensi (reskilling dan upskilling), serta wacana pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK).
"Kemnaker menyediakan fasilitas reskilling dan upskilling, serta dukungan penuh untuk Satgas PHK yang bergerak dari hulu ke hilir. Ini adalah inisiatif yang menjadi bantuan mitigasi," ujar Yassierli.
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, mengungkapkan bahwa industri perhotelan mengalami penurunan signifikan dalam tingkat hunian setelah pemerintah memberlakukan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga (K/L).
Survei terbaru dari Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta) pada April 2025 menunjukkan bahwa mayoritas hotel di Jakarta mengalami penurunan tingkat hunian. Data tersebut mengungkapkan bahwa:
- 96,7% hotel mengalami penurunan tingkat hunian.
- 66,7% responden menyatakan bahwa penurunan tertinggi berasal dari segmen pasar pemerintah, seiring dengan kebijakan pengetatan anggaran yang diterapkan.
Ketua BPD PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menjelaskan bahwa kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) terhadap industri perhotelan Jakarta masih relatif kecil dibandingkan dengan wisatawan domestik. Pasar terbesar bagi hotel-hotel di Jakarta saat ini masih bergantung pada kegiatan pemerintah.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata persentase kunjungan wisman hanya mencapai 1,98% per tahun dari tahun 2019 hingga 2023, jauh lebih rendah dibandingkan dengan wisatawan domestik. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi promosi dan program pemerintah dalam menarik wisatawan mancanegara, khususnya ke Jakarta, belum efektif.
"Ketidakseimbangan struktur pasar menunjukkan perlunya pembenahan strategi promosi dan kebijakan pariwisata yang lebih efektif untuk menjangkau pasar internasional," kata Sutrisno.
Sutrisno juga menyoroti dampak penurunan okupansi hotel terhadap sektor lain, termasuk petani di wilayah Jabodetabek yang memasok kebutuhan restoran dan kamar hotel. Penurunan ini dapat mengganggu mata rantai pasokan dan perekonomian lokal.
Gelombang PHK sudah mulai terasa di industri perhotelan Jakarta. Survei PHRI menunjukkan bahwa sekitar 10-13% hotel mulai melakukan pengurangan tenaga kerja.
"Kalau bicara efisiensi, yang paling besar adalah pembayaran karyawan. Dari survei beberapa anggota hotel kita, mereka mulai melepas karyawan-karyawan kontrak," ujar Sutrisno.
Mengingat efisiensi anggaran pemerintah dijadwalkan berlanjut hingga tahun 2026, PHRI berharap pemerintah dapat lebih selektif dalam melakukan penghematan dan mengarahkan belanja ke sektor-sektor yang dapat mendukung industri perhotelan dan restoran.
PHRI mengusulkan agar dana penghematan anggaran dialihkan ke sektor-sektor lain yang dapat memberikan dampak positif bagi industri perhotelan dan restoran. Dengan demikian, diharapkan industri ini dapat bertahan dan bangkit kembali setelah melewati masa sulit ini.