Misteri Perumahan Tawangrejo Asri: Antara Mimpi Hunian Ideal dan Kisah Mistis yang Menyelimuti

Di tepi Jalan Blora – Kunduran, tepatnya di kawasan Pos Ngancar, Tunjungan, Kabupaten Blora, berdiri sebuah kompleks perumahan yang menyimpan cerita pilu. Dulu dikenal sebagai Perumahan Tawangrejo Asri, kini tempat ini hanya menyisakan kesunyian dan kesan terbengkalai. Semak belukar yang rimbun mengelilingi bangunan-bangunan yang dulunya diharapkan menjadi rumah bagi banyak keluarga.

Lokasinya sebenarnya cukup strategis, berada di tepi jalan provinsi yang menghubungkan Blora dengan Kunduran. Namun, kini hanya kendaraan roda dua yang bisa melewati portal masuk perumahan. Jalan paving yang dibangun dengan harapan menjadi akses utama bagi penghuni, kini lebih sering digunakan oleh warga sekitar sebagai jalan pintas menuju area persawahan.

Dibangun sekitar tahun 2010 dan diresmikan pada 2011, Perumahan Tawangrejo Asri memiliki sekitar 42 unit rumah yang berdiri di atas lahan seluas 3 hektar. Pada masa jayanya, perumahan ini sempat menjadi harapan bagi banyak orang yang mendambakan hunian yang nyaman dan terjangkau. Bahkan, pembeli pertama sempat mendapatkan hadiah menarik, yaitu sebuah sepeda motor, sebagai bentuk apresiasi.

Namun, harapan itu pupus seiring berjalannya waktu. Satu per satu, penghuni mulai meninggalkan rumah mereka. Kendala utama yang dihadapi adalah sulitnya mendapatkan sumber air bersih di wilayah tersebut. Padahal, aliran listrik dan tandon air sempat tersedia, namun tanpa sumber air yang memadai, kehidupan di perumahan itu menjadi sulit dipertahankan.

Selain masalah infrastruktur, Perumahan Tawangrejo Asri juga dikelilingi oleh cerita-cerita mistis yang membuat calon pembeli menjadi enggan untuk berinvestasi. Menurut cerita yang beredar, beberapa calon pembeli mengaku melihat penampakan-penampakan aneh di sekitar perumahan, seperti sosok tanpa kepala yang berjalan di antara rumah-rumah kosong. Cerita-cerita ini semakin memperburuk citra perumahan dan membuatnya semakin ditinggalkan.

Kondisi bangunan pun semakin memprihatinkan. Dinding-dinding retak, plafon jebol, dan vegetasi liar tumbuh subur menutupi rumah-rumah. Perumahan yang dulunya diharapkan menjadi simbol kemajuan, kini justru menjadi saksi bisu kegagalan sebuah mimpi.

Meski tidak dihuni, Perumahan Tawangrejo Asri masih memiliki kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) sekitar Rp 1 juta per tahun. Pembayaran pajak ini dilakukan melalui balai desa setempat. Dahulu, ada seorang penjaga bernama Sujat yang ditugaskan oleh pemilik untuk mengawasi area perumahan. Namun, kini Sujat sudah jarang terlihat. Konon, ia mendapatkan jimat dari perumahan tersebut dan menggunakannya untuk menjadi tukang pijat.

Kisah Perumahan Tawangrejo Asri adalah sebuah ironi. Di satu sisi, perumahan ini menawarkan lokasi strategis dan potensi untuk menjadi hunian ideal. Namun, di sisi lain, masalah infrastruktur dan cerita-cerita mistis telah merenggut harapan itu dan mengubahnya menjadi sebuah kisah tentang kegagalan dan misteri yang belum terpecahkan.