Tergiur Gaji Tinggi, Tujuh ABK WNI Jadi Korban Penangkapan Ikan Ilegal di Selat Malaka

Tujuh Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban iming-iming gaji tinggi dan terlibat dalam aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Selat Malaka. Mereka direkrut untuk bekerja di kapal berbendera Malaysia, namun kemudian ditangkap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena melanggar hukum perikanan Indonesia.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, mengungkapkan bahwa para ABK ini tergiur dengan tawaran gaji sekitar Rp 5 juta per bulan, jumlah yang lebih besar dibandingkan penghasilan yang bisa mereka dapatkan di Indonesia. Para ABK ini awalnya berangkat dari Tanjung Balai, Asahan, menggunakan kapal Indonesia, sebelum akhirnya secara ilegal berpindah ke kapal Malaysia.

Modus Operandi dan Penangkapan

Modus operandi yang digunakan adalah para ABK membayar sejumlah uang, antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, kepada oknum perekrut untuk bisa bekerja di kapal Malaysia. Praktik ini menunjukkan adanya jaringan yang terorganisir dalam perekrutan tenaga kerja ilegal di sektor perikanan.

Penangkapan dua kapal ikan asing (KIA) berbendera Malaysia ini dilakukan oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu 16 pada hari Senin. Kedua kapal tersebut, KM SLFA 5210 (43,34 GT) dan KM SLFA 4584 (27,16 GT), kedapatan melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan Indonesia.

  • KM SLFA 5210 membawa empat ABK WNI dengan muatan sekitar 300 kg ikan campur.
  • KM SLFA 4584 membawa tiga ABK WNI dengan muatan sekitar 150 kg ikan campur.

Kerugian Negara dan Proses Hukum

Akibat aktivitas ilegal ini, negara berpotensi mengalami kerugian ekonomi hingga mencapai Rp 19,9 miliar. Kedua kapal tersebut kini diproses hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Stasiun PSDKP Belawan. Kapal dan ABK terancam hukuman pidana sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2023, dengan ancaman penjara maksimal 8 tahun dan denda hingga Rp 1,5 miliar.

Kepala Stasiun PSDKP Belawan, M Syamsu Rokman, menambahkan bahwa penangkapan ini menambah daftar panjang KIA yang berhasil ditangkap oleh KKP sepanjang tahun 2024. Sejak Januari hingga Mei, KKP telah menangkap 13 KIA dari berbagai negara, termasuk Filipina, Malaysia, Vietnam, dan China.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas perikanan ilegal dan perlindungan terhadap WNI yang bekerja di sektor perikanan, serta perlunya sosialisasi dan edukasi mengenai prosedur kerja yang legal di luar negeri untuk mencegah terulangnya kasus serupa.