DPR Pertanyakan Efektivitas Anggaran dan Tumpang Tindih Program Studi di Perguruan Tinggi Kedinasan
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Golkar, Muhammad Nur Purnamasidi, baru-baru ini menyoroti sejumlah permasalahan mendasar yang terjadi dalam pengelolaan Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga (PTKL), atau yang lebih dikenal sebagai Perguruan Tinggi Kedinasan. Sorotan ini muncul mengingat jumlah PTKL yang signifikan, tersebar di 24 kementerian dan lembaga dengan total 124 perguruan tinggi dan 892 program studi.
Menurut Purnamasidi, keberadaan PTKL saat ini belum sepenuhnya sejalan dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) serta UU Pendidikan Tinggi. Ketidakselarasan ini mencakup berbagai aspek penting, mulai dari standar penyelenggaraan pendidikan hingga alokasi anggaran.
"Tidak ada keselarasan standar dalam penyelenggaraan pendidikan antara PTKL dan perguruan tinggi negeri/swasta (PTN/PTS), baik dari sisi anggaran, sumber daya manusia, kurikulum, maupun kualitas pendidikan," ungkap Purnamasidi dalam keterangan resminya.
Salah satu poin utama yang menjadi perhatian adalah adanya tumpang tindih program studi antara PTKL dengan PTN dan PTS. Purnamasidi menjelaskan bahwa banyak program studi di PTKL yang sebenarnya sudah tersedia di PTN dan PTS, bahkan beberapa di antaranya tidak relevan dengan mandat kementerian atau lembaga yang menaungi PTKL tersebut.
"Seharusnya PTKL hanya menyelenggarakan pendidikan kedinasan, bukan program studi umum," tegasnya.
Selain masalah tumpang tindih program studi, Purnamasidi juga menyoroti temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait inefisiensi anggaran dalam pelaksanaan pendidikan di PTKL. Ia mengungkapkan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk Perguruan Tinggi Kedinasan jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran untuk perguruan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikti Ristek).
"Biaya pendidikan di PTKL tercatat 13 kali lebih besar dibandingkan dengan perguruan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikti Ristek). Ini sangat membebani anggaran negara," kata Purnamasidi.
Secara lebih rinci, Purnamasidi menjelaskan bahwa PTKL menghabiskan 39 persen dari total anggaran fungsi pendidikan dalam APBN tahun ini, sementara Kemendikti Ristek hanya mengelola 22 persen dari anggaran tersebut. Ironisnya, jumlah mahasiswa di PTKL hanya sekitar 200.000, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mahasiswa di PTN yang mencapai 3,9 juta dan PTS sebanyak 4,4 juta.
Melihat kondisi ini, Fraksi Partai Golkar mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap PTKL dan menata ulang peranannya agar lebih fokus pada pendidikan kedinasan. Program studi umum yang dianggap tidak sesuai dengan mandat harus dihapuskan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Purnamasidi juga mendorong agar revisi UU Sisdiknas mengatur bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi hanya berada di bawah satu kementerian yang khusus menangani pendidikan. Langkah ini diharapkan dapat memastikan efektivitas, efisiensi, dan kualitas pendidikan nasional.
"Penyederhanaan sistem PTKL sangat penting untuk memastikan tidak ada lagi pemborosan anggaran dan tumpang tindih kebijakan," pungkasnya.