Job Fair Bekasi Ricuh: Antrean Panjang dan Desakan Mencerminkan Krisis Pengangguran
Job Fair Bekasi: Gambaran Suram Pasar Kerja Indonesia
Sebuah acara job fair yang diselenggarakan di Cikarang Utara, Bekasi, baru-baru ini berubah menjadi kekacauan. Insiden ini, yang melibatkan kericuhan dan sejumlah peserta pingsan, menyoroti masalah pengangguran yang mendalam di Indonesia dan kegagalan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja yang memadai.
Pada hari Selasa, 27 Mei 2025, Gedung Convention Center Presiden University di Jababeka menjadi saksi bisu dari keputusasaan para pencari kerja. Antusiasme yang tinggi untuk mendapatkan salah satu dari 2.517 posisi yang tersedia dari 64 perusahaan berubah menjadi perebutan yang tidak terkendali. Laporan menunjukkan bahwa beberapa individu terlibat dalam perkelahian fisik dalam upaya untuk memindai kode QR yang diperlukan untuk aplikasi. Desakan dan kepadatan yang ekstrim menyebabkan sembilan orang pingsan dan membutuhkan perawatan medis darurat.
Analisis dari Pengamat Ketenagakerjaan
Menurut Tadjuddin Noer Effendi, seorang pengamat ketenagakerjaan, kekacauan di job fair Bekasi adalah indikasi yang jelas tentang perjuangan yang dihadapi banyak orang Indonesia untuk mencari pekerjaan. Dia menunjuk pada peningkatan angka pengangguran sebagai faktor utama yang berkontribusi pada situasi tersebut. Tadjuddin berpendapat bahwa pemerintah belum cukup proaktif dalam menciptakan peluang kerja, yang menyebabkan job fair menjadi sangat ramai.
"Pemerintah agak lambat dalam menciptakan peluang kerja. Ketika bursa kerja dibuka di suatu daerah, pasti akan diserbu," kata Tadjuddin.
Dia juga mencatat bahwa setiap tahun jutaan orang memasuki angkatan kerja, memperburuk masalah yang ada. Selain itu, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sedang berlangsung semakin menambah tekanan pada pasar kerja.
Solusi Alternatif: Bursa Kerja Daring
Menanggapi insiden tersebut, Tadjuddin menyarankan agar pemerintah daerah mempertimbangkan untuk menyelenggarakan bursa kerja secara daring. Dia berpendapat bahwa platform digital dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan mengurangi risiko yang terkait dengan pertemuan fisik.
"Kan bisa lewat online, begitu kan gampang banget, di mana saja, seluruh Indonesia masuk," ungkap Tadjuddin.
Plt Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bekasi, Nur Hidayah Setyowati, juga mengakui perlunya solusi alternatif. Dia menyatakan bahwa dinasnya akan mengevaluasi kemungkinan penyelenggaraan bursa kerja secara daring.
Permintaan Maaf dan Upaya Mitigasi
Nur Hidayah menyampaikan permintaan maaf atas kekacauan yang terjadi di job fair tersebut. Dia menjelaskan bahwa dinasnya telah mengantisipasi potensi masalah dan menerapkan langkah-langkah untuk mengelola kerumunan, seperti memisahkan jalur masuk berdasarkan jenis kelamin. Namun, jumlah peserta yang hadir jauh melebihi harapan, sehingga kewalahan dengan upaya mitigasi.
Implikasi yang Lebih Luas
Insiden di job fair Bekasi adalah gejala dari masalah yang lebih besar: kekurangan lapangan kerja dan ketidaksesuaian antara keterampilan pencari kerja dan kebutuhan pemberi kerja. Pemerintah perlu mengambil pendekatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah-masalah ini, termasuk berinvestasi dalam program pelatihan kerja, menciptakan lingkungan yang ramah bisnis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mempromosikan inovasi.
Tanpa tindakan yang berarti, job fair di masa depan kemungkinan akan terus menjadi tempat keputusasaan dan kekacauan, alih-alih menjadi jembatan menuju peluang bagi para pencari kerja.