Kompetisi Investasi Energi Hijau Meningkat di Asia Tenggara: Jepang, Korea Selatan, dan Australia Mengejar Ketertinggalan dari China

Asia Tenggara Menjadi Arena Persaingan Investasi Energi Terbarukan

Asia Tenggara kini menjadi pusat perhatian investasi energi terbarukan, dengan China saat ini memimpin sebagai investor terbesar di sektor energi bersih. Namun, lanskap ini tengah mengalami perubahan signifikan seiring dengan meningkatnya partisipasi negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Sebuah laporan terbaru dari Zero Carbon Analytics menyoroti bagaimana negara-negara ini secara aktif berinvestasi dalam proyek-proyek tenaga surya, baterai, dan transmisi listrik, menandakan persaingan yang semakin ketat dalam transisi energi di kawasan ini.

Negara-negara Asia Tenggara, yang dikenal dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, berlomba-lomba memperluas penggunaan energi terbarukan. Dari tahun 2013 hingga 2023, China memimpin investasi energi bersih publik dengan total lebih dari 2,7 miliar dollar AS. Meskipun demikian, Jepang, Korea Selatan, dan Australia tidak tinggal diam. Mereka mengembangkan pendekatan dan strategi unik untuk membangun pengaruh di sektor yang sama.

Strategi Investasi yang Beragam

Korea Selatan memposisikan diri sebagai pemain utama dalam pengembangan dan pengelolaan rantai pasok baterai, khususnya di Malaysia dan Indonesia. Jepang, di sisi lain, aktif dalam proyek tenaga surya dan panas bumi, serta terlibat dalam berbagai program pembiayaan transisi energi. Australia memfokuskan diri pada transmisi daya lintas batas, memainkan peran yang lebih terarah dalam pengembangan infrastruktur regional.

Yu Sun Chin, seorang peneliti di Zero Carbon Analytics, menyatakan bahwa meskipun China mendominasi investasi dan perdagangan teknologi bersih secara keseluruhan, Korea Selatan telah berhasil menciptakan ceruk dalam ekspor komponen baterai, sementara Jepang unggul dalam investasi tenaga surya. Ia menambahkan bahwa peluang menjanjikan masih terbuka lebar bagi negara-negara ini untuk memperluas investasi energi bersih mereka di seluruh Asia Tenggara.

Pendekatan Investasi yang Berbeda

Kekuatan utama Jepang terletak pada dukungannya terhadap pembiayaan transisi regional. Negara ini telah mendukung Kemitraan Transisi Energi Adil senilai 20 miliar dollar AS di Indonesia dan juga terlibat dalam versi Vietnam dari rencana serupa. Selain itu, Jepang berkomitmen sebesar 25 juta dollar AS untuk Mekanisme Transisi Energi, yang bertujuan untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara di Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Jepang juga telah mengalokasikan lebih dari 1,3 miliar dollar AS untuk proyek tenaga surya dan 142 juta dollar AS untuk upaya panas bumi di lima negara Asia Tenggara.

Korea Selatan memimpin ekspor komponen baterai ke Malaysia dan Indonesia, dan berada di peringkat kedua setelah China dalam memasok baterai kendaraan listrik ke Indonesia. Sementara itu, Australia tengah mengerjakan Australia-Asia Power Link, sebuah proyek ambisius yang akan mengirimkan tenaga surya dari Australia ke Singapura melalui Indonesia, yang menunjukkan fokusnya pada infrastruktur transmisi.

Energi Bersih Sebagai Pendorong Ekonomi

Energi bersih kini dipandang sebagai lebih dari sekadar isu iklim. Ini adalah cara untuk meningkatkan ekonomi dan mempererat hubungan antar negara. Meningkatnya permintaan energi hijau membuka pintu bagi negara-negara untuk beralih lebih cepat ke sumber energi yang lebih bersih. Asia Tenggara membutuhkan sekitar 180 miliar dollar AS investasi tahunan untuk memenuhi tujuan energi bersihnya.

Para ahli berpendapat bahwa permintaan energi hijau yang terus meningkat di kawasan ini dapat memberikan sinyal yang tepat kepada para investor dan pemasok. Amy Kong, seorang peneliti di Zero Carbon Analytics, menekankan bahwa energi terbarukan dengan cepat menjadi sumber daya termurah di sebagian besar Asia Tenggara. Memperluas energi bersih regional akan membantu mengamankan energi yang terjangkau untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang pesat. Investor yang berpartisipasi dalam transisi energi dapat menguasai pangsa pasar yang bersih, memenuhi target nol emisi bersih, dan membangun kerja sama regional dalam menghadapi volatilitas geopolitik.