Polemik Tawaran Kursi Ketum PPP: Rommy Dituding Eksploitasi Partai Demi Ambisi Parlemen

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tengah menghadapi sorotan tajam terkait manuver Ketua Majelis Pertimbangan partai, Romahurmuziy (Rommy), yang membuka peluang bagi tokoh eksternal untuk menduduki kursi ketua umum. Langkah ini menuai kecaman dari sejumlah elite partai yang menilai Rommy telah mengeksploitasi partai demi ambisi mengembalikan PPP ke parlemen.

Kritik pedas datang dari Wakil Ketua Umum PPP, Rusli Effendi. Ia menilai tindakan Rommy tidak etis dan seolah-olah memperdagangkan partai. Rusli menegaskan bahwa PPP memiliki mekanisme internal yang jelas terkait pemilihan ketua umum, yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Meskipun menyambut baik kehadiran tokoh eksternal yang ingin berkontribusi, Rusli mengingatkan agar prosesnya tetap mengikuti aturan yang berlaku. Ia meyakini bahwa PPP memiliki kader internal yang mumpuni untuk memimpin partai.

Senada dengan Rusli, Ketua DPC PPP Jakarta Timur, Ahmad Rifa’i, juga mengecam manuver Rommy. Ia bahkan menuding Rommy telah menjadikan PPP sebagai barang dagangan. Rifa’i meminta Rommy untuk bertaubat dan tidak lagi mencampuri urusan partai, mengingat rekam jejaknya yang pernah terjerat kasus korupsi. Menurut Rifa'i, tindakan Rommy sebelumnya telah membuat suara partai terjun bebas, dan kehadirannya saat ini justru memperburuk situasi.

Ketua Mahkamah Partai PPP, Ade Irfan Pulungan, juga menolak upaya menggadaikan PPP kepada pihak eksternal demi kursi parlemen. Irfan mengingatkan bahwa PPP adalah partai warisan ulama dan harus tetap menjaga tradisi serta jati dirinya. Ia menekankan bahwa PPP harus membuka diri terhadap pihak eksternal yang mampu beradaptasi dengan karakter partai, bukan sebaliknya.

Rommy sendiri mengakui bahwa ia menawarkan posisi ketua umum kepada sejumlah tokoh eksternal. Ia berdalih bahwa langkah ini diambil karena PPP membutuhkan figur luar biasa untuk bisa kembali ke Senayan. Rommy menyebut beberapa nama, termasuk mantan KSAD Dudung Abdurachman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Bahkan, ia mengaku pernah membujuk Anies Baswedan dan berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo terkait nama Amran.

Peneliti Senior Bidang Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, menilai fenomena "obral" kursi ketua umum ini sebagai dampak dari ketatnya kompetisi elektoral. Partai politik cenderung mencari figur eksternal untuk mendongkrak elektabilitas dan membuka akses kekuasaan. Namun, langkah ini seringkali mengabaikan kader internal yang sebenarnya memiliki potensi untuk memimpin partai.

Kontroversi tawaran kursi ketua umum PPP ini mencerminkan dinamika internal partai dalam menghadapi tantangan elektoral. Langkah Rommy yang dianggap kontroversial memicu perdebatan mengenai arah dan strategi PPP ke depan, serta peran tokoh eksternal dalam memimpin partai berlambang Kabah ini.