Job Fair Bekasi Ricuh: Perbedaan Pendapat Kemnaker dan Pengamat Soal Penyebabnya
Kericuhan Warnai Job Fair Bekasi, Kemnaker dan Pengamat Berbeda Pendapat
Bursa kerja (job fair) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi di Gedung Convention Center Presiden University, Jababeka, Cikarang Utara, pada Selasa (27/5/2025), berakhir ricuh. Insiden ini memicu perdebatan mengenai penyebab utama kericuhan tersebut antara Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan pengamat ketenagakerjaan.
Kronologi Kericuhan
Acara yang dipadati sekitar 25.000 pencari kerja itu diwarnai aksi saling dorong dan pukul saat para peserta berebut kode quick response (QR) untuk mengakses lowongan pekerjaan. Akibatnya, beberapa pencari kerja dilaporkan pingsan karena terhimpit massa yang panik. Job fair ini menawarkan 2.517 lowongan pekerjaan dari 64 perusahaan.
Tanggapan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)
Kemnaker membantah bahwa minimnya lowongan pekerjaan menjadi penyebab utama kericuhan. Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemenaker, Anwar Sanusi, berpendapat bahwa ketidaksiapan manajemen pelaksana dalam mengelola acara menjadi faktor utama. Ia menyoroti kapasitas gedung yang tidak memadai untuk menampung puluhan ribu pelamar.
"Jumlah peserta sangat banyak, mencapai puluhan ribu, sementara kapasitas gedung tidak memadai," ujar Anwar. Ia menambahkan bahwa pelaksanaan job fair seharusnya dikoordinasikan dengan Kementerian Ketenagakerjaan, khususnya melalui Unit Pasar Kerja, untuk memastikan pengelolaan acara yang lebih baik.
Anwar juga menyarankan agar job fair di masa mendatang dilaksanakan di ruang terbuka dengan banyak pintu masuk dan keluar untuk mengelola arus lalu lintas pengunjung dengan lebih efektif.
Pandangan Pengamat Ketenagakerjaan
Pengamat Ketenagakerjaan, Tadjuddin Noer Effendi, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, kericuhan ini merupakan indikasi tingginya kebutuhan masyarakat akan pekerjaan. Ia menyoroti angka pengangguran yang terus meningkat dan menilai pemerintah belum cukup cepat dalam menciptakan lapangan kerja.
"Kericuhan ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat membutuhkan peluang kerja. Angka pengangguran kita terus meningkat, dan pemerintah perlu lebih sigap dalam menciptakan lapangan kerja," kata Tadjuddin.
Ia memperkirakan bahwa lonjakan peserta akan terus terjadi di setiap bursa kerja karena setiap tahunnya jutaan orang memasuki pasar kerja, ditambah dengan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlangsung.
Sebagai solusi, Tadjuddin menyarankan agar pemerintah daerah mulai memanfaatkan platform digital untuk menyelenggarakan bursa kerja secara daring.
Solusi
Untuk mengatasi masalah ini, Tadjuddin menyarankan pemerintah daerah untuk mulai memanfaatkan platform digital dalam menyelenggarakan bursa kerja secara daring. Langkah ini dinilai efektif untuk menjangkau lebih banyak pencari kerja tanpa terkendala ruang dan waktu, serta dapat mengurangi potensi kericuhan akibat membludaknya peserta.
Poin-Poin Penting:
- Kericuhan terjadi saat job fair di Bekasi akibat rebutan kode QR.
- Kemnaker menilai ketidaksiapan manajemen sebagai penyebab utama.
- Pengamat melihat ini sebagai indikasi tingginya kebutuhan masyarakat akan pekerjaan.
- Solusi yang disarankan adalah memanfaatkan platform digital untuk job fair daring.