Santri Ora Aji Diduga Alami Kekerasan: Kasus Pencurian Berujung Penganiayaan di Lingkungan Pesantren

Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang santri berinisial KDR menggemparkan Pondok Pesantren Ora Aji yang diasuh oleh Gus Miftah di wilayah Sleman, Yogyakarta. Peristiwa ini mencuat ke publik setelah dilaporkan ke pihak kepolisian dan kini tengah dalam proses penyelidikan. Dugaan sementara, KDR menjadi korban kekerasan oleh sejumlah oknum yang terdiri dari pengurus pesantren dan santri lainnya.

Kejadian ini diduga bermula dari tuduhan pencurian sejumlah uang yang dilakukan oleh KDR. Dana sebesar Rp 700.000, hasil dari penjualan air galon pesantren, dilaporkan hilang dan KDR dituduh sebagai pelakunya. Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo, mengkonfirmasi adanya laporan terkait kasus ini dan menyatakan bahwa berkas perkara telah dilimpahkan ke kejaksaan. Polisi juga mengungkap fakta bahwa baik korban maupun terduga pelaku saling melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib.

Menurut keterangan pihak kepolisian, sebelum dugaan penganiayaan terjadi, KDR diduga telah beberapa kali melakukan tindakan pencurian di lingkungan pesantren. “Terakhir ini mencuri, ketangkep kemudian dianiaya sama yang lainnya,” ujar Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo. Kendati demikian, detail mengenai bentuk penganiayaan yang dialami KDR belum dapat diungkapkan secara rinci karena masih dalam tahap penyidikan. Beberapa terduga pelaku diketahui masih di bawah umur, sehingga tidak dilakukan penahanan.

Upaya mediasi antara kedua belah pihak telah diupayakan, namun belum mencapai titik temu. Ketua Tim Kuasa Hukum Korban, Heru Lestarianto, mengungkapkan bahwa insiden penganiayaan terjadi pada tanggal 15 Februari 2025. KDR diduga mengalami kekerasan fisik sebanyak dua kali, termasuk saat dikurung di sebuah ruangan di dalam kompleks pesantren. “13 orang ini menghajar informasinya diikat (korban),” ungkap Heru.

Kuasa hukum korban menambahkan bahwa KDR juga diduga sempat disetrum dan dipaksa untuk mengakui perbuatannya agar tindakan kekerasan tersebut dihentikan. Pihak keluarga korban bahkan telah mengganti kerugian sebesar Rp 700.000 kepada pihak pesantren. Heru Lestarianto dengan tegas menyatakan bahwa tindakan kekerasan, apapun alasannya, tidak dapat dibenarkan. Ia juga menyayangkan bahwa para terlapor tidak ditahan oleh pihak kepolisian.

Para terlapor dalam kasus ini terdiri dari 4 orang yang masih di bawah umur dan 9 orang dewasa. Mereka terancam dijerat dengan Pasal 170 jo 351 jo 55 KUHP tentang tindak pidana pengeroyokan. Pihak kepolisian belum memberikan pernyataan resmi mengenai status penahanan para terlapor. Hingga saat ini, Gus Miftah selaku pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji belum memberikan tanggapan terkait kasus ini. Upaya konfirmasi dari berbagai pihak masih terus dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan berimbang.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme pengawasan dan pembinaan di lingkungan pesantren. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan, serta perlindungan terhadap hak-hak setiap individu, termasuk para santri yang menuntut ilmu di lembaga pendidikan agama.