Indonesia Perkenalkan Program Mitigasi Iklim Berbasis Masyarakat di Forum BRICS

Indonesia mempertegas komitmennya dalam penanganan perubahan iklim melalui pendekatan berbasis masyarakat. Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, menyampaikan hal ini dalam pertemuan tingkat tinggi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang membahas perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

Dalam forum tersebut, Diaz menyampaikan bahwa Indonesia telah mengimplementasikan berbagai program aksi iklim yang melibatkan langsung masyarakat desa. Salah satu poin utama yang disampaikan adalah target ambisius Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050, satu dekade lebih cepat dari target sebelumnya, yang juga sejalan dengan target yang ditetapkan oleh Brasil. Komitmen ini mencerminkan keseriusan Indonesia dalam berkontribusi pada upaya global untuk mengatasi krisis iklim.

Lebih lanjut, Diaz memaparkan dua program unggulan yang menjadi tulang punggung strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat lokal:

  • Desa Mandiri Peduli Mangrove: Inisiatif ini digagas oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat desa dalam pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove secara berkelanjutan. Program ini tidak hanya berfokus pada aspek lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui pengembangan ekowisata, silvofishery (kombinasi perikanan dan kehutanan), dan akuakultur. Dengan demikian, masyarakat memiliki insentif untuk menjaga kelestarian mangrove, yang pada gilirannya berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca.
  • Program Kampung Iklim (Proklim): Program ini merupakan inisiatif dari Kementerian Lingkungan Hidup yang mendorong aksi iklim di tingkat tapak, yaitu di tingkat desa dan komunitas. Tujuan utama dari Proklim adalah untuk meningkatkan ketahanan masyarakat lokal terhadap dampak perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, dan erosi, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Desa-desa yang berhasil menerapkan Proklim dengan baik akan mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari pemerintah, yang dapat membuka peluang untuk mendapatkan dukungan finansial dari sektor swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).

Diaz juga membagikan kisah sukses dari tiga desa yang telah meraih predikat Proklim Lestari, sebuah pengakuan tertinggi untuk desa-desa yang berhasil menerapkan program Proklim secara berkelanjutan. Ketiga desa tersebut adalah Desa Tugurejo di Semarang, Jawa Tengah; Muara Rapak di Balikpapan, Kalimantan Timur; dan Desa Bodeyan di Sukoharjo, Jawa Tengah. Masing-masing desa menghadapi tantangan perubahan iklim yang berbeda-beda, tetapi mereka telah berhasil mengembangkan solusi mitigasi dan adaptasi yang sesuai dengan kondisi dan potensi lokal.

Sejak diluncurkan pada tahun 2011, Proklim telah menjangkau lebih dari 11.000 desa di seluruh Indonesia dan berpotensi mengurangi emisi lebih dari 2,5 juta ton CO2 ekuivalen. Hal ini menunjukkan bahwa program Proklim memiliki dampak yang signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan skala dan efektivitas program-program ini, serta mengembangkan inisiatif-inisiatif baru yang inovatif untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan membangun masa depan yang berkelanjutan.