Penangguhan Penahanan Mahasiswa Trisakti Terakhir Terkait Unjuk Rasa Berujung Ricuh
Aparat kepolisian dari Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dilaporkan telah menangguhkan penahanan seorang mahasiswa Universitas Trisakti berinisial MAA, hari ini. MAA sebelumnya ditahan terkait dengan dugaan keterlibatannya dalam kericuhan yang terjadi saat aksi demonstrasi memperingati reformasi di depan Balai Kota Jakarta pada Jumat (30/5/2025).
"Rencananya memang hari ini. Tadi saya sudah tanya penyidiknya, hari ini akan ditangguhkan," ungkap Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, saat dikonfirmasi mengenai perkembangan kasus tersebut.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, turut mendampingi MAA dalam proses administrasi penangguhan penahanan di Polda Metro Jaya.
"Iya betul, jam 16.00 WIB semoga sudah beres," kata Usman Hamid.
MAA adalah mahasiswa Universitas Trisakti terakhir yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya terkait aksi tersebut. Sebelumnya, ia sempat berstatus sebagai buron sebelum akhirnya diamankan di Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, pada Sabtu (24/5/2025) dini hari.
Sebelumnya, 15 mahasiswa Universitas Trisakti lainnya yang juga sempat ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama telah dibebaskan melalui penangguhan penahanan pada Selasa (27/5/2025).
Unjuk rasa yang digelar di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu (21/5/2025) lalu berujung ricuh. Aksi tersebut menyebabkan puluhan orang ditangkap, dan beberapa di antaranya dinyatakan positif menggunakan narkoba. Selain itu, beberapa petugas kepolisian juga dilaporkan mengalami luka-luka akibat dugaan kekerasan oleh massa aksi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa aksi unjuk rasa tersebut awalnya direncanakan akan dilakukan di depan pintu masuk Balai Kota. Namun, massa kemudian memaksa masuk ke area dalam kantor dengan mendobrak pintu.
Ade Ary menambahkan bahwa beberapa peserta aksi mencoba menerobos masuk ke dalam area Balai Kota dengan menggunakan sepeda motor. Insiden pengadangan terhadap kendaraan pejabat negara juga terjadi saat petugas berusaha menghalau massa.
Massa aksi diduga melakukan pemukulan terhadap aparat kepolisian yang bertugas mengamankan jalannya aksi unjuk rasa. Akibatnya, tujuh personel Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya mengalami luka-luka.
Terpisah, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menjelaskan bahwa unjuk rasa tersebut berkaitan dengan aspirasi pengakuan negara atas tragedi mahasiswa 1998, yang hingga kini masih menyisakan tuntutan moral dari berbagai pihak, termasuk sivitas akademika Trisakti.
"Memang pada awalnya ada aspirasi dari mahasiswa Trisakti, termasuk untuk bertemu dengan Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik)," ujar Usman Hamid di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Usman Hamid menjelaskan bahwa penyampaian aspirasi dan keinginan untuk bertemu dengan Kesbangpol merupakan bagian dari harapan lama mahasiswa dan keluarga korban agar negara mengakui dan bertanggung jawab atas gugurnya mahasiswa saat gerakan reformasi 1998.
"Memang sudah lama sebagian dari aktivitas akademik Trisakti berharap ada semacam pengakuan negara atas gugurnya para mahasiswa di tahun 1998," pungkas Usman Hamid.