Kondisi Industri Hotel Jakarta Tertekan, Sejumlah Bangunan Dijual dengan Harga Miring

Kondisi industri perhotelan di Jakarta tengah menghadapi tantangan berat, yang berujung pada fenomena penjualan sejumlah bangunan hotel dengan harga di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penurunan tingkat hunian dan kerugian operasional menjadi faktor utama yang mendorong para pemilik hotel untuk mengambil langkah tersebut.

Investigasi lapangan menunjukkan adanya sejumlah properti hotel yang dipasarkan melalui berbagai platform jual beli properti daring. Harga yang ditawarkan pun terbilang menarik, bahkan jauh di bawah nilai yang ditetapkan pemerintah. Berikut beberapa contoh kasus yang berhasil dihimpun:

  • Kawasan Cideng, Jakarta Pusat: Sebuah hotel bintang 3 dengan 102 kamar dan 10 lantai (termasuk basement) ditawarkan dengan harga Rp 60 miliar. Padahal, NJOP hotel tersebut mencapai Rp 119 miliar, atau sekitar 50% lebih tinggi dari harga penawaran. Luas tanah hotel ini tercatat 1.163 meter persegi, dengan luas bangunan 6.902 meter persegi.
  • Ancol, Jakarta Utara: Hotel dengan 89 kamar di kawasan Ancol juga dijual dengan harga yang sangat kompetitif, yaitu Rp 20 miliar. Penjual mengklaim harga ini jauh di bawah NJOP yang berlaku. Hotel ini memiliki luas bangunan 2.385 meter persegi dan luas tanah 4.945 meter persegi.
  • Senen, Jakarta Pusat: Hotel bintang 3 di kawasan Senen dipasarkan dengan harga Rp 40 miliar, juga di bawah NJOP. Hotel ini memiliki 88 kamar yang tersebar di 7 lantai. Luas bangunan hotel ini adalah 4.632 meter persegi, dengan luas tanah 1.867 meter persegi.
  • Menteng, Jakarta Pusat: Hotel bintang 3 di kawasan Menteng juga menjadi salah satu properti yang dijual di bawah NJOP. Hotel dengan 190 kamar dan 7 lantai ini dibanderol dengan harga Rp 270 miliar, sementara NJOP-nya mencapai Rp 325 miliar. Luas bangunan hotel ini adalah 10.757 meter persegi, dengan luas tanah 5.852 meter persegi.

Kondisi ini dikonfirmasi oleh Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta). Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengungkapkan bahwa banyak pemilik hotel yang mengalami kesulitan keuangan akibat penurunan okupansi dan memilih untuk menjual aset mereka.

"Kalau yang melapor (ke PHRI DK Jakarta) belum ada ya, tetapi kalau kita lihat angka-angka di situs jual properti online, itu yang jualan gedung hotel itu sudah banyak sekali. Artinya, mereka kesulitan untuk mengelola," ujar Iwantono.

Survei yang dilakukan BPD PHRI DK Jakarta pada April 2025 menunjukkan bahwa 96,7% hotel di Jakarta mengalami penurunan tingkat hunian. Hal ini memaksa para pelaku usaha untuk melakukan efisiensi, termasuk pengurangan karyawan, guna menekan biaya operasional.