Ketiadaan Patung Jokowi di Loji Gandrung: Sebuah Pertanyaan Mengenai Tradisi dan Penghormatan

Ketiadaan Patung Jokowi di Loji Gandrung: Sebuah Pertanyaan Mengenai Tradisi dan Penghormatan

Rumah dinas Wali Kota Solo, Loji Gandrung, menampilkan deretan patung enam presiden Indonesia terdahulu, mulai dari Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Kehadiran patung-patung tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa dan kepemimpinan mereka bagi bangsa Indonesia. Namun, satu sosok presiden penting absen dari jajaran tersebut: Presiden Joko Widodo. Ketiadaan patung Presiden Jokowi ini memicu pertanyaan mengenai kelanjutan tradisi penghormatan tersebut dan implikasinya.

Pengamatan langsung di lokasi menunjukkan bahwa patung Presiden Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono berjajar rapi di halaman Loji Gandrung. Keberadaan patung-patung ini, menurut keterangan Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Budi Murtono, merupakan inisiatif Wali Kota Solo periode sebelumnya, FX Hadi Rudyatmo. Inisiatif tersebut bertujuan untuk memberikan apresiasi dan penghormatan kepada para pemimpin negara yang telah mendedikasikan diri untuk Indonesia. Pembuatan patung-patung tersebut dilakukan sebagai bagian dari simbolisasi penghargaan atas jasa-jasa para presiden.

Namun, hingga saat ini, belum ada inisiatif untuk menambahkan patung Presiden Jokowi ke dalam koleksi tersebut. Ketika ditanya mengenai hal ini, Wali Kota Solo saat ini, Gibran Rakabuming Raka, menyatakan bahwa hal tersebut akan ditindaklanjuti. Sementara itu, Sekda Solo, Budi Murtono, menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan resmi terkait pembuatan patung Presiden Jokowi. Ia menambahkan bahwa semua patung presiden yang ada saat ini merupakan hasil inisiatif Wali Kota Rudy, dan setelah berakhirnya masa jabatan beliau, belum ada rencana penambahan patung baru.

Ketiadaan patung Presiden Jokowi menimbulkan beberapa interpretasi. Beberapa pihak mungkin melihatnya sebagai kelanjutan yang tertunda dari tradisi penghormatan, sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai sebuah isu yang lebih kompleks. Tanpa penjelasan resmi yang komprehensif, hal ini membuka ruang bagi berbagai spekulasi dan interpretasi yang beragam. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: akankah tradisi pembuatan patung mantan presiden di Loji Gandrung akan dilanjutkan? Dan apakah penambahan patung Presiden Jokowi akan menjadi preseden untuk tradisi tersebut di masa mendatang? Jawaban atas pertanyaan tersebut perlu dikaji lebih lanjut dengan keterbukaan dan transparansi dari pihak terkait.

Perlu ditekankan bahwa keberadaan atau ketiadaan patung bukan satu-satunya ukuran penghormatan. Namun, mengingat tradisi yang telah terbangun sebelumnya di Loji Gandrung, ketiadaan patung Presiden Jokowi menimbulkan pertanyaan yang perlu dijawab secara jelas dan transparan kepada publik. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dan spekulasi yang tidak perlu. Kejelasan informasi dari pemerintah kota sangatlah penting dalam menjaga kondusivitas dan kepercayaan publik.