Tragedi Diksar Unila: Mahasiswa FEB Meninggal Dunia, Dugaan Kekerasan Mencuat
Mahasiswa Unila Meninggal Usai Diksar, Dugaan Kekerasan Mencuat
Kasus dugaan kekerasan dalam kegiatan pendidikan dasar (Diksar) kembali mencoreng dunia pendidikan. Pratama Wijaya Kusuma, seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), angkatan 2024, meninggal dunia pada Senin, 28 April 2025, setelah diduga menjadi korban kekerasan saat mengikuti Diksar yang diselenggarakan oleh organisasi Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel).
Kematian tragis Pratama memicu gelombang protes dari ratusan mahasiswa FEB Unila. Pada Rabu, 28 Mei 2025, mereka menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Rektorat Unila, menyuarakan tuntutan keadilan dan mengutuk segala bentuk kekerasan di lingkungan kampus. Para mahasiswa membawa poster-poster bertuliskan pesan-pesan pedas seperti "Katanya zona akademik tapi tempat aman untuk kekerasan," "FEB Krisis Gak Keadilan," dan "Justice For Pratama," yang menggambarkan kekecewaan dan kemarahan mereka terhadap peristiwa yang menimpa rekan mereka.
Zidan, koordinator lapangan aksi, menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk solidaritas mahasiswa terhadap Pratama, yang diduga kuat mengalami kekerasan fisik saat mengikuti Diksar Mahepel. "Kami menggelar aksi ini sebagai wujud solidaritas kami terhadap korban Pratama yang meninggal dunia setelah mengikuti kegiatan kemahasiswaan," ujarnya.
Pengakuan Kelalaian dan Permintaan Maaf
Dekan FEB Unila, Prof. Nairobi, mengakui bahwa pengurus Mahepel telah mengakui adanya kelalaian dalam pelaksanaan Diksar tersebut. "Panitia dan pengurus menyadari terjadinya kelalaian pelaksanaan tersebut, dan memohon maaf kepada pihak yang dirugikan. Saya terima mereka pada 12 Desember 2024," kata Nairobi. Pihak dekanat telah melakukan sidang terhadap ketua dan pengurus Mahepel, yang juga dihadiri oleh pembina dari unsur alumni. Dalam sidang tersebut, pengurus Mahepel berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.
Menurut Nairobi, pada 14-17 November 2024, pihak Mahepel mengajukan izin untuk mengadakan Diksar bagi enam calon anggota baru. Namun, dalam pelaksanaannya, salah satu peserta berinisial MAF mengalami gangguan pendengaran dan diduga menerima perlakuan fisik yang berlebihan. "Kami dekanat mendapatkan laporan bahwa dalam Diksar salah seorang mahasiswa bernama MAF mengalami masalah pendengaran, juga isu pelatihan melampaui kewajaran terhadap fisik peserta," ungkap Nairobi. Panitia Diksar menyatakan siap bertanggung jawab dan bahkan bersedia menerima sanksi pembekuan organisasi.
Sebagai sanksi awal, pihak dekanat memerintahkan Mahepel untuk melakukan kerja sosial membersihkan embung di kawasan rusunawa. Pihak Mahepel juga telah menemui keluarga MAF pada 24 November 2024 dan menyampaikan permintaan maaf.
Tumor Otak dan Kematian Pratama
Namun, tragedi kembali terjadi pada April 2025. Salah satu peserta Diksar lainnya, Pratama Wijaya Kusuma, jatuh sakit dan didiagnosis menderita tumor otak. Ia meninggal dunia saat dirawat di rumah sakit. "Pada April 2025 salah satu peserta diksar berinisial PWK sakit dan terindikasi terkena tumor otak, dan meninggal dunia ketika dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Muluk (RSUDAM)," ungkap Nairobi.
Wakil Dekan III, Neli Aida, sempat melakukan takziah ke rumah duka dan bertemu ibu almarhum. "Jadi ibu PWK cerita ke Bu wadek, bahwa beliau cerita menyesal memasukkan anaknya ke Unila, terutama ikut diksar Mahepel," ujar Nairobi. Menurut Nairobi, ibu almarhum tidak berencana menempuh jalur hukum, tetapi berharap Mahepel menghentikan kegiatan serupa dan datang langsung untuk meminta maaf kepada keluarga korban.
Unila Bentuk Tim Investigasi
Menanggapi desakan mahasiswa, Universitas Lampung membentuk tim investigasi untuk mengusut kematian Pratama. Tim ini dibentuk atas instruksi Rektor Unila. "Kami diminta rektor untuk membentuk tim investigasi terkait dengan kekerasan yang dilakukan salah satu ormawa di lingkungan FEB Unila," kata Warek Kemahasiswaan dan Alumni Unila, Prof. Sunyono. Sunyono menyatakan tim investigasi akan bekerja dan dirinya berkomitmen untuk menyusun timeline penanganan kasus ini. Ia juga menegaskan bahwa sanksi akan diberikan berdasarkan tingkat pelanggaran yang ditemukan selama proses penyelidikan berlangsung.
Sunyono menambahkan bahwa investigasi bersifat internal dan rahasia. Namun, hasilnya akan dibawa ke sidang etik. Saat ditanya apakah telah berkoordinasi dengan aparat, Sunyono mengatakan kepolisian menyerahkan dulu kepada internal Unila.