Dua Kepala Desa di Ngawi Terjerat Kasus Peredaran Uang Palsu Lintas Provinsi
Aparat kepolisian Resor Ngawi berhasil mengungkap jaringan peredaran uang palsu yang melibatkan dua oknum kepala desa (Kades) di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Penangkapan ini menjadi sorotan tajam terhadap integritas pejabat publik dan sistem pengawasan peredaran uang di daerah.
Kelima tersangka yang berhasil diamankan, termasuk dua Kades tersebut, kini mendekam di sel tahanan Polres Ngawi untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Identitas kedua Kades yang terlibat adalah Dwi Minarto (42), Kepala Desa Sumberejo, Kecamatan Sine, dan Edy Santoso (55), Kepala Desa Ngrambe, Kecamatan Ngrambe. Selain kedua Kades, polisi juga menangkap tiga tersangka lain yang berperan sebagai pengedar dan pemasok uang palsu.
Kapolres Ngawi, AKBP Charles Pandapotan Tampubolon, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai peredaran uang palsu di sejumlah toko di wilayah Kecamatan Ngrambe dan Sine pada awal Mei 2025. Berdasarkan laporan tersebut, tim Satreskrim Polres Ngawi melakukan serangkaian penyelidikan intensif hingga berhasil mengidentifikasi jaringan peredaran uang palsu yang cukup luas, meliputi wilayah Ngawi, Magetan, Madiun, hingga Sragen.
Modus operandi yang digunakan para tersangka terbilang rapi. Mereka memanfaatkan agen Brilink, minimarket, toko, dan SPBU di empat kabupaten tersebut untuk menukarkan uang palsu dengan uang asli. Dengan berbekal uang palsu, mereka berbelanja atau melakukan transaksi kecil untuk mendapatkan kembalian berupa uang asli. Keuntungan yang diperoleh dari hasil penukaran ini kemudian dinikmati bersama.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Dwi Minarto dan AS mendapatkan pasokan uang palsu dari TAS dan AP. Para tersangka melakukan transaksi dengan perbandingan yang menggiurkan, yaitu satu uang asli ditukar dengan tiga uang palsu pecahan rupiah. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi para pengedar, namun merugikan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.
Motif para tersangka melakukan peredaran uang palsu adalah untuk mendapatkan keuntungan secara instan. Mereka menjual uang palsu atau menipu orang lain dengan tujuan memperoleh uang asli sebagai imbalan. Akibat perbuatan mereka, sejumlah pedagang dan masyarakat menjadi korban penipuan dan mengalami kerugian finansial.
Selain mengamankan para tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti yang terkait dengan tindak pidana peredaran uang palsu. Barang bukti tersebut antara lain:
- Uang palsu
- Rekaman CCTV
- Handphone berbagai merek
- Dompet
- Buku rekening
- Kartu ATM
- Alat penghitung uang
- Senter LED
- Gunting
- Penggaris
- Cutter
- Mini microscope
- Alat pengukur kertas
Atas perbuatan tersebut, DM, ES, dan AS dijerat dengan Pasal 36 Ayat (3) jo Pasal 26 Ayat (3) dan atau Pasal 36 Ayat (2) jo Pasal 26 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang palsu atau Pasal 245 KUHP jo Pasal 55 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 50 miliar. Sementara itu, AP dan TAS disangka melanggar Pasal 37 Ayat (1) jo Pasal 27 Ayat (1) dan atau Pasal 36 Ayat (3) jo Pasal 26 Ayat (3) dan atau Pasal 36 Ayat (2) jo Pasal 26 Ayat (2) UU No 7 Tahun 2011 tentang mata uang atau Pasal 245 KUHP jo Pasal 55 KUHP. Mereka terancam hukuman penjara seumur hidup dan denda maksimal Rp 100 miliar.