Visa Haji Furoda Terkendala, Asa Jemaah Indonesia ke Tanah Suci Menipis?

markdown Impian sejumlah calon jemaah haji asal Indonesia untuk menunaikan ibadah haji melalui jalur furoda, atau yang dikenal sebagai haji non-kuota, kini berada di ujung tanduk. Kabar terbaru menyebutkan bahwa Pemerintah Arab Saudi belum menerbitkan visa haji furoda untuk tahun ini, sementara proses pengajuan visa haji reguler telah resmi ditutup.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima informasi dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi terkait penutupan proses pemvisaan per tanggal 26 Mei 2025. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan calon jemaah haji yang memilih jalur furoda.

Haji furoda, sebagai jalur non-kuota, memang tidak memiliki alokasi jumlah pasti setiap tahunnya. Keberangkatan jemaah melalui jalur ini sangat bergantung pada penerbitan visa dan ketersediaan tiket pesawat. Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa kewenangan penerbitan visa haji furoda sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Arab Saudi, bukan pemerintah Indonesia. Meski demikian, Kementerian Agama terus berupaya menjalin komunikasi intensif dengan otoritas Arab Saudi dengan harapan visa haji furoda dapat segera diterbitkan.

Ketua Komisi Nasional Haji, Mustolih Siradj, menambahkan bahwa visa haji furoda berada di luar tanggung jawab pemerintah dan merupakan urusan bisnis antara jemaah dan penyelenggara perjalanan haji. Ia mengimbau masyarakat, khususnya jemaah haji, untuk tidak menyalahkan pemerintah terkait permasalahan ini.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap kuota resmi haji, yang terdiri dari 98 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus. Visa haji furoda, atau visa mujamalah, merupakan jalur undangan yang diurus langsung oleh travel dan tidak termasuk dalam kuota nasional.

Mustolih juga menyoroti minimnya transparansi informasi mengenai risiko haji furoda dan perubahan kebijakan otoritas Arab Saudi sebagai faktor penyebab kegagalan. Ia menekankan perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi jemaah dari potensi kerugian materiil maupun sosial.

Menanggapi situasi ini, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menyarankan agar jemaah yang gagal berangkat haji melalui jalur furoda untuk mendaftar haji khusus. Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR, Abdul Fikri Faqih, mendorong Kementerian Agama dan pihak keimigrasian untuk melakukan diplomasi dengan Kerajaan Arab Saudi. Ia juga mendorong revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk mengatur ihwal haji mandiri, mengingat haji furoda saat ini belum memiliki landasan hukum yang kuat di Indonesia.

Panitia Kerja revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Komisi VIII DPR RI sedang membahas opsi haji dan umrah mandiri agar dilindungi oleh undang-undang.