Penertiban Bangunan Ilegal di Puncak: Upaya Mitigasi Bencana Jangka Panjang

Penertiban Bangunan Ilegal di Puncak: Upaya Mitigasi Bencana Jangka Panjang

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, menekankan pentingnya konsistensi dan skala besar dalam penertiban bangunan ilegal di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Langkah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam menertibkan bangunan di area hutan resapan air mendapat apresiasi tinggi dari BNPB. Muhari menyatakan bahwa keberhasilan penertiban ini krusial untuk mengurangi risiko bencana banjir dan tanah longsor, tidak hanya di wilayah hulu (Bogor), tetapi juga di wilayah hilir seperti Jakarta, Bekasi, Depok, dan Tangerang. Ia berharap upaya ini akan menghasilkan dampak signifikan dalam kurun waktu 3 hingga 5 tahun ke depan.

"Penertiban bangunan ilegal di Puncak merupakan langkah strategis dalam upaya mitigasi bencana jangka panjang," ujar Muhari dalam siaran pers konferensi "Disaster Briefing" Senin lalu. "Jika penertiban ini dilakukan secara konsisten dan masif, maka fungsi resapan air di daerah hulu dapat dipulihkan, sehingga mengurangi dampak bencana di masa mendatang." Muhari menambahkan bahwa jika upaya ini diabaikan, alih fungsi lahan yang terus terjadi akan memperparah risiko bencana alam, khususnya banjir dan tanah longsor, yang dampaknya akan dirasakan secara luas.

Lebih lanjut, Muhari menjelaskan bahwa konsistensi penertiban sangat penting. Keberhasilan jangka panjang bergantung pada komitmen semua pihak dalam memastikan bahwa bangunan yang telah dibongkar tidak dibangun kembali secara ilegal. Hal ini membutuhkan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas. BNPB, kata Muhari, siap untuk terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait untuk mendukung upaya penertiban ini.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menetapkan target penyelesaian pembongkaran bangunan tak berizin di Puncak sebelum Idul Fitri 1446 Hijriah. Salah satu contohnya adalah pembongkaran bangunan Hibisc Fantasy Puncak, yang izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)-nya jauh lebih kecil dari luas bangunan yang sebenarnya. PT Jasa dan Kepariwisataan, BUMD Provinsi Jawa Barat yang mengelola objek wisata tersebut, juga terbukti memiliki sejumlah bangunan yang beroperasi tanpa izin.

Langkah tegas juga dilakukan dengan penyegelan empat tempat wisata yang melanggar aturan lingkungan pada 6 Maret 2025. Tempat wisata yang disegel meliputi Eiger Adventure Land, Pabrik Teh Ciliwung di Telaga Saat, Hibisc Fantasy, dan bangunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 Agro Wisata Gunung Mas. Penyegelan ini dilakukan bersama Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Bupati Bogor Rudy Susmanto, yang menunjukkan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam menangani masalah ini.

Upaya restorasi ekosistem di kawasan Puncak tidak hanya berfokus pada pembongkaran bangunan ilegal, tetapi juga perlu mencakup upaya reboisasi dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Hal ini membutuhkan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Keberhasilan upaya ini akan menentukan masa depan kawasan Puncak dan sekitarnya, khususnya dalam menghadapi ancaman bencana alam yang semakin meningkat.