Industri Baja Nasional Hadapi Tantangan Guna Penuhi Proyeksi Permintaan 100 Juta Ton di Tahun 2045

Prospek dan Tantangan Industri Baja Nasional Menuju 2045

Industri baja nasional dihadapkan pada prospek cerah sekaligus tantangan signifikan dalam beberapa dekade mendatang. Proyeksi kebutuhan baja yang mencapai 100 juta ton pada tahun 2045 menjadi pemicu untuk mempersiapkan strategi yang matang. Kebutuhan tenaga kerja terampil, dinamika pasar global, dan optimalisasi insentif fiskal menjadi faktor krusial yang perlu diperhatikan. Hal ini mengemuka dalam forum diskusi Indonesia Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025 yang membahas strategi penguatan industri baja nasional, terutama dalam konteks hilirisasi dan ekspansi investasi.

Forum tersebut menghadirkan sejumlah tokoh penting dari berbagai kementerian dan pelaku industri. Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Dedi Latip, menyoroti pentingnya mendorong investasi yang berorientasi pada nilai tambah melalui hilirisasi industri, termasuk sektor baja. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko S.A. Cahyono, menguraikan arah kebijakan dan strategi pemerintah dalam memperkuat industri baja nasional. Perwakilan dari PT PAL Indonesia dan PT Pindad juga turut hadir, berbagi pengalaman praktis terkait penggunaan baja dalam pengembangan produk mereka.

Hilirisasi dan Peningkatan Investasi

Hilirisasi logam dan mineral telah ditetapkan sebagai prioritas strategis nasional. BKPM mencatat peningkatan signifikan dalam realisasi investasi di sektor logam dasar, melonjak dari Rp 61,6 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 200,3 triliun pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dan investor dalam mengembangkan industri baja.

Fokus pada Industri Hijau dan Berkelanjutan

Kementerian Perindustrian terus berupaya memperkuat sektor baja melalui penerapan kebijakan industri hijau dan berkelanjutan. Beberapa isu utama yang menjadi perhatian adalah dekarbonisasi, efisiensi energi, ekonomi sirkular, dan penanganan kelebihan kapasitas akibat impor. Langkah-langkah konkret perlu diambil untuk mengatasi tantangan-tantangan ini agar industri baja nasional dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Dukungan Kebijakan untuk Produk Dalam Negeri

Pengalaman dari PT PAL dan PT Pindad menggarisbawahi pentingnya keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap produk baja dalam negeri. Dukungan ini sangat diperlukan untuk pengembangan kapal perang dan kendaraan tempur yang efisien dan berkelanjutan.

Kolaborasi dan Sinergi

Ketua Umum Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA), Akbar Djohan, menekankan kesiapan asosiasi untuk mendukung percepatan hilirisasi baja nasional. Industri baja nasional perlu memperkuat posisinya di kawasan regional melalui kolaborasi dan sinergi yang berkelanjutan. ISSEI 2025 menjadi platform penting untuk membangun kekuatan kolektif, memperkuat rantai pasok regional, dan mendorong kolaborasi yang lebih besar dan berkelanjutan.

  • Tenaga Kerja Terampil: Industri baja membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan khusus untuk mengoperasikan teknologi modern dan meningkatkan efisiensi produksi.
  • Tekanan Global: Dinamika pasar global, termasuk fluktuasi harga dan persaingan dari negara lain, dapat mempengaruhi kinerja industri baja nasional.
  • Insentif Fiskal: Pemerintah perlu memberikan insentif fiskal yang menarik untuk mendorong investasi dan inovasi di sektor baja.
  • Kebijakan Industri Hijau: Penerapan praktik-praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadi semakin penting untuk memenuhi tuntutan pasar global dan mengurangi dampak lingkungan.
  • Kolaborasi Regional: Kerjasama dengan negara-negara di kawasan regional dapat membantu memperkuat rantai pasok dan meningkatkan daya saing industri baja nasional.