Dewan Pengawas KPK Bantah Tuduhan Kurang Bernyali dalam Pemberantasan Korupsi

Dewan Pengawas KPK Bantah Tuduhan Kurang Bernyali dalam Pemberantasan Korupsi

Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Gusrizal, memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan Dewan Pengawas periode sebelumnya yang menilai kepemimpinan KPK periode 2019-2024 kurang berani dalam memberantas korupsi. Pernyataan tersebut disampaikan Gusrizal pada Senin (10/3/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Ia membantah tudingan tersebut dan menekankan komitmen Dewas dalam menegakkan aturan hukum.

Gusrizal menjelaskan bahwa kurangnya keberanian bukanlah isu utama. Dewas, menurutnya, memiliki mekanisme yang jelas dalam menindaklanjuti setiap pelanggaran yang dilaporkan, tanpa memandang siapa pelakunya. "Tindakan yang diambil bisa beragam, mulai dari klarifikasi, pemeriksaan, hingga sidang etik," jelasnya. Proses ini, tegas Gusrizal, sepenuhnya mengikuti prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku, merujuk pada Pasal 37B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Pernyataan kontroversial mengenai kurangnya nyali pimpinan KPK sebelumnya dilontarkan oleh anggota Dewas periode 2019-2024, Syamsuddin Haris, dalam laporan kinerja lima tahun masa jabatan mereka. Dalam laporan tersebut, Syamsuddin secara eksplisit mengkritik kepemimpinan KPK periode saat ini, menyatakan bahwa mereka belum mampu menjadi teladan bagi seluruh pegawai KPK, khususnya terkait integritas. Hal ini, menurut Syamsuddin, terbukti dari sejumlah kasus pelanggaran etik yang melibatkan pimpinan KPK periode tersebut. Syamsuddin menyebut tiga pimpinan KPK terkena sanksi etik, meskipun tidak menyebut nama secara spesifik.

Selain soal integritas, Syamsuddin juga menyoroti kurangnya konsistensi dan sinergisitas di antara pimpinan KPK. Ia mencontohkan adanya pernyataan yang berbeda dari pimpinan KPK terkait kasus yang sama. Perbedaan pendapat tersebut, menurutnya, menimbulkan keresahan dan ketidakjelasan dalam proses pemberantasan korupsi. "Kurangnya konsistensi dan sinergisitas ini sangat kami sayangkan," ujar Syamsuddin dalam pernyataan di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2024).

Kesimpulan dari kritik Syamsuddin adalah kurangnya keberanian atau 'nyali' dari pimpinan KPK dalam memberantas korupsi. Ia berharap, kepemimpinan KPK di periode selanjutnya akan memiliki keberanian yang lebih besar dalam menghadapi praktik korupsi di Indonesia. Pernyataan ini menimbulkan perdebatan publik terkait kinerja dan efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dewas KPK di bawah kepemimpinan Gusrizal menegaskan bahwa operasional mereka selalu berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku. Mereka menekankan komitmen untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran, tanpa pandang bulu. Pernyataan ini menjadi bagian dari klarifikasi resmi terhadap kritik yang dilontarkan oleh Dewan Pengawas periode sebelumnya. Perbedaan pandangan ini menunjukkan dinamika internal dalam pengawasan KPK dan pentingnya transparansi dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia.

Penjelasan Lebih Lanjut:

  • Pasal 37B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019: Pasal ini mengatur tentang kewenangan dan tugas Dewan Pengawas KPK.
  • Klarifikasi, Pemeriksaan, Sidang Etik: Merupakan tahapan proses hukum internal di KPK untuk menindaklanjuti pelanggaran etik.
  • Integritas dan Sinergisitas: Dua aspek penting dalam kepemimpinan yang efektif dan transparan.

Meskipun terdapat perbedaan pandangan, baik Dewas periode sebelumnya maupun saat ini sama-sama memiliki tujuan untuk memberantas korupsi. Perbedaan pendapat ini justru dapat menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan efektivitas lembaga KPK dalam masa mendatang.