Serikat Pekerja Desak Kemenaker Tingkatkan Upaya Penghapusan Diskriminasi dalam Rekrutmen
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, menyoroti respons Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terhadap isu diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Mirah menilai bahwa penerbitan Surat Edaran (SE) oleh Kemenaker sebagai bentuk penanganan diskriminasi masih belum optimal dan terkesan kurang serius.
"Saya mempertanyakan alasan Kemenaker hanya menerbitkan SE. Bagi saya, ini menunjukkan sikap yang setengah hati," ungkap Mirah kepada awak media. Meskipun demikian, ia mencoba berpandangan positif dan menduga bahwa langkah ini diambil karena urgensi situasi yang mendesak.
Mirah menggarisbawahi bahwa beberapa permasalahan ketenagakerjaan kerap kali tidak terselesaikan dengan efektif karena hanya diatur melalui surat edaran. Ia mencontohkan isu Tunjangan Hari Raya (THR) yang setiap tahunnya diatur melalui SE Kemenaker, namun tetap saja banyak perusahaan yang melanggar kewajiban tersebut, meskipun sudah terdapat sanksi yang diatur dalam undang-undang.
"Banyak perusahaan yang enggan membayarkan THR kepada pekerja, padahal sudah jelas ada sanksi pidananya. Jika SE saja tidak diindahkan padahal sudah ada landasan hukumnya, apalagi jika belum ada sanksi yang jelas?" tanyanya retoris.
Oleh karena itu, Mirah mendesak Kemenaker untuk menindaklanjuti SE tersebut dengan regulasi yang lebih kuat, seperti Keputusan Menteri (Kepmen) atau Peraturan Menteri (Permen), agar implementasinya lebih efektif dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"SE ini masih tergolong baru. Saya rasa tidak ada salahnya jika Kemenaker mengeluarkan regulasi lanjutan yang lebih tinggi, seperti Kepmen atau Permen," sarannya.
Mirah juga menekankan pentingnya keterlibatan serikat pekerja dalam penyusunan kebijakan lanjutan tersebut, sehingga aspirasi pekerja dapat terakomodasi dengan baik. Ia mencontohkan, syarat-syarat kerja yang tidak masuk akal dan tidak relevan dengan tugas pekerjaan, seperti penampilan fisik, berat badan, atau warna kulit, harus dihapuskan.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, mengakui bahwa SE tersebut memang masih lemah dan perlu diperkuat. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah mengubahnya menjadi Peraturan Menteri (Permen).
Ia menjelaskan bahwa penerbitan Permen memerlukan proses harmonisasi. "Untuk menerbitkan Permen, perlu ada SE terlebih dahulu. SE ini adalah upaya awal untuk melindungi para pencari kerja," ujarnya.
Kemenaker juga membuka peluang untuk memasukkan ide-ide yang tercantum dalam SE anti-diskriminasi loker ke dalam Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang saat ini sedang dibahas di parlemen.
"Jika memang diperlukan regulasi yang lebih tinggi lagi, maka bisa dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam undang-undang," pungkasnya.