Rumah Subsidi Akan Semakin Mungil? Pemerintah Pertimbangkan Revisi Luas Minimal

Pemerintah dikabarkan tengah mengkaji ulang batasan luas minimal untuk rumah subsidi. Wacana ini muncul seiring dengan beredarnya draf aturan terbaru yang memuat potensi perubahan signifikan terkait luas lahan dan bangunan rumah subsidi. Draf tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang mengatur tentang Batasan Luas Lahan, Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.

Dokumen draf yang beredar tersebut terbagi menjadi dua pokok bahasan utama. Pertama, mengenai kebijakan terbaru terkait Batasan Luas Lahan dan Luas Lantai Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum. Kedua, mengenai Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak. Rencananya, luas tanah untuk rumah tapak akan diperkecil menjadi minimal 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas bangunan akan diatur dengan batasan minimal 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi. Untuk satuan rumah susun (rusun) umum, luas unit minimal yang diusulkan adalah 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.

Perubahan ini cukup signifikan jika dibandingkan dengan aturan yang berlaku saat ini. Berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, batasan luas tanah untuk rumah tapak adalah minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas rumah subsidi minimal adalah 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi. Adanya rencana perubahan ini mengindikasikan upaya pemerintah untuk menyediakan rumah yang lebih terjangkau, terutama di wilayah dengan keterbatasan lahan seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), dimana tipe rumah yang banyak dibangun adalah 21/60.

Dalam draf tersebut juga disebutkan bahwa perubahan luas tanah untuk rumah tapak dan rusun memerlukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Selain perubahan luas lahan dan bangunan, draf tersebut juga mengatur mengenai harga jual rumah umum tapak. Namun, harga jual yang tercantum masih sama dengan harga yang berlaku pada tahun 2025. Berikut rinciannya:

  • Wilayah Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatra (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai): Harga jual maksimal Rp 166 juta.
  • Wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu): Harga jual maksimal Rp 182 juta.
  • Wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas): Harga jual maksimal Rp 173 juta.
  • Wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu: Harga jual maksimal Rp 185 juta.
  • Wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya dan Papua Selatan: Harga jual maksimal Rp 240 juta.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) terkait draf aturan yang beredar tersebut.