Dua Kepala Desa di Ngawi Terlibat Peredaran Uang Palsu, Dana Haram Digunakan untuk Hiburan Malam

Pihak kepolisian Resor Ngawi berhasil mengungkap jaringan peredaran uang palsu yang melibatkan dua kepala desa (kades) aktif di wilayah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Ironisnya, kedua oknum perangkat desa tersebut mengakui bahwa sebagian dari uang palsu yang mereka edarkan digunakan untuk membiayai gaya hidup hedonis, termasuk bersenang-senang di tempat hiburan malam.

Kasat Reskrim Polres Ngawi, AKP Joshua Peter Krisnawan, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari informasi yang diterima terkait aktivitas mencurigakan sekelompok orang yang diduga mengedarkan uang palsu. Setelah melakukan penyelidikan intensif, petugas berhasil mengamankan lima orang tersangka, termasuk dua kades yang identitasnya belum dipublikasikan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Tiga tersangka lainnya berasal dari luar daerah, yaitu Sragen, Kuningan (Jawa Barat), dan Lampung Selatan.

"Dari hasil pemeriksaan, kedua kades tersebut mengakui bahwa mereka mendapatkan uang palsu dari jaringan yang berpusat di Sragen," jelas AKP Joshua. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa uang palsu tersebut tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk kegiatan yang bersifat foya-foya, seperti minum kopi di warung hingga menghabiskan waktu di tempat hiburan malam.

Total barang bukti uang palsu yang berhasil disita oleh pihak kepolisian mencapai nilai fantastis, yakni sekitar Rp 15 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari berbagai mata uang, baik rupiah maupun mata uang asing. Sebagian besar uang palsu tersebut ditemukan dari tangan tersangka berinisial TAS, yang menyimpan:

  • 5.040 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000
  • 4 lembar uang palsu pecahan Rp 50.000
  • 1.000 lembar uang palsu pecahan 5.000 Brazilian Real
  • 91 lembar uang palsu pecahan 50 US Dollar
  • 90 lembar uang palsu pecahan 100 US Dollar

Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis terkait tindak pidana pemalsuan mata uang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). AKP Joshua menegaskan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi para pelaku adalah 15 tahun penjara.

"Kami akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap jaringan peredaran uang palsu yang lebih besar," pungkasnya. Pihak kepolisian juga mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam bertransaksi dan segera melaporkan jika menemukan indikasi peredaran uang palsu.